Jasa konsoltasi Perusahaan/BUMN

Foto saya
Agus Sri Muljoto, Pernah bekerja sebagai tenaga pemasaran PT. Luxindo Raya Surakarta dan sekertaris perusahaan Cv. Warna Widyajati. Entrepreuner

Rabu, 25 September 2013

SEEING IS BELIEVING



Jika berkunjung ke restoran Jepang, terutama yang menyuguhkan menu Teppanyaki, Anda tidak hanya disuguhi makanan lezat, tetapi juga atraksi bagaimana memproses makanan itu. Para koki yang terampil akan menunjukkan kegesitannya memainkan pisau, memotong daging, mengeprek bawang, menaburkan merica dengan memainkan tempatnya, dan sebagainya. Mereka juga dengan sukarela menjelaskan berbagai bumbu, bahan, serta teknik memasaknya. Anda bisa menyaksikan dengan detail bagaimana memasak daging setengah matang (well done) Itulah yang disebut delivering Customer by showing the service performance.

Dengan menyaksikan proses pemasakan secara langsung, Anda tentunya memperoleh nilai lebih dari masakan yang disajikan. Selain bias menghayati teknik memasak dengan cita rasa tinggi, yang memungkinkan munculnya penghargaan terhadap masakan saji, kita juga akan lebih yakin dengan kualitas masakan. Masakan tidak hanya segar, tapi juga berasal dari bahan-bahan berkualitas tinggi dan dimasak oleh juru masak yang punya keterampilan tinggi, kemudian disajikan di tempat yang bersih dan nyaman.

Berlandaskan prinsip serupa, sejumlah perusahaan yang bergerak dalam industry makanan membuka kunjungan bagi masyarakat untuk menyaksikan langsung proses produksi. Bukankah ada ungkapan, Seeing is believing: melihat berarti percaya? Kunjungan ini cukup ampuh untuk menangkal isu-isu negative yang muncul di masyarakat.

Masih ingatkah Anda pada 1980-an susu Dancow pernah diisukan mengandung lemak babi? Isu yang gempar itu sempat menggoyahkan pabrik susu itu. Untung saja manajemen Dancow cepat tanggap. Bukan mencoba menutup-nutupi, melainkan justru membuka kunjungan masyarakat untuk melihat langsung pemrosesan susu tersebut di pabriknya. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana sejumlah ulama diundang untuk mengunjungi pabrik tersebut, dan setelah menyaksikan sendiri, mereka tidak melihat unsur-unsur yang haram pada produk tersebut, lantas secara demonstrative para ulama itu bareng-bareng meminum susu. Maka, hilangkah keragu-raguan masyarakat pada isu negative yang muncul. Hal yang sama juga dilakukan oleh Teh Botol Sosro untuk menepis isu bahwa produknya mengandung bahan pengawet.

Selain untuk menepis isu-isu negative yang muncul, kunjungan ke pabrik (factory visit) juga dimaksud untuk mengedukasi pelanggan agar lebih paham tentang produk yang dihasilkan. Ini bukan hanya menyangkut bahan baku, melainkan juga proses dan tempat produksi. Apakah produknya menggunakan bahan berkualitas tinggi? Bersihkan tempat produksinya? Dan apakah pekerja yang terlibat di dalamnya mengenakan pakaian dengan standar keamanan produksi yang tinggi? Pengamatan yang dilakukan pelanggan pada hal-hal semacam itu akan membentuk persepsi mengenai kualitas produk.

Bersambung...

Senin, 09 September 2013

Jadilah Salesman Yang Mengerti Pemasaran!



Hermawan Kartajaya
MarkPlus&Co

Apa sih yang biasanya dilakukan salesman ketika bertemu calon pelanggan? Saya kira, gambarannya tidak akan jauh dari hal seperti ini. Ketika hendak menemui calon pelanggan, selain mempersiapkan produk itu sendiri, biasanya seorang salesman juga mempersiapkan materi presentasi tentang produk tersebut. Slide-slide presentasi dibuatnya penuh gambar dan berwarna-warni agar mampu memikat calon pelanggan.

Sementara itu, saat presentasi, salesman ini berusaha mencairkan suasana dengan lontaran humor-humor segarnya. Dengan penuh percaya diri, ia berbicara di depan calon pelanggannya, serta menjelaskan sebuah produk atau konsep agar mereka terpikat. Dan, pada saat-saat akhir, ia akan menjawab pertanyaan serta menangani keberatan dari para calon pelanggan tentang produk yang dipresentasikannya.

Ya, Anda semua pasti sudah akrab dengan situasi tersebut, bukan?

Namun, sayangnya, sukses dalam presentasi tidak menjamin sukses dalam penjualan. Kenapa? Karena sering kali yang dipresentasikan para salesmen adalah pendapatnya sediri, yang terkadang tidak memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi dari pelanggan. Padahal, orang membeli karena alasan mereka sendiri, bukan alas an yang dikemukakan oleh salesman. Karena itu, besar kemungkinan penawaran yang dipresentasikan dengan susah payah, melalui persiapan berminggu-minggu, ternyata tidak mencapai hasil maksimal.

Inilah kekurangan pendekatan penjualan yang terlalu berorientasi terhadap produk (product – centric). Sering kali kita terlalu percaya diri dengan berasumsi bahwa spesifikasi dan fitur produk kita sudah sesuai dengan kebutuhan setiap pelanggan. Semua calon pelanggan dianggap punya masalah yang sama dan dapat diselesaikan dengan solusi yang sama pula.

Padahal, setiap pelanggan tentu saja memiliki kebutuhan dan permasalahan yang unik. Salesman pun dituntut untuk memiliki dasar-dasar pemasaran yang baik; bukan hanya berbekal semangat “maju terus pantang mundur”. Ia bisa kehilangan banyak uang, waktu, dan tenaga. Maka, seperti yang selalu saya bilang, jika ingin menjadi salesman yang baik, jadilah seorang sniper, jangan jadi seorang Rambo.

Wah, apa maksudnya?

Seorang sniper selalu membidik dengan cermat, satu peluru untuk satu sasaran. Sedangkan, seorang Rambo tidak peduli berapa peluru yang dihabiskan. Ia selalu memberondong ke mana saja karena persediaan pelurunya sangat banyak. Jadi, untuk 10 sasaran, misalnya, bisa saja si Rambo ini menghabiskan 50 butir peluru.

Nah, jika sumber daya kita tidak terbatas seperti Rambo tadi, tentunya bukan masalah besar jika kita menghambur-hamburkan uang, waktu, dan tenaga. Namun, pastinya hal ini tidak mungkin, bukan? Seorang pemasar yang baik selalu memperhitungakn semua itu. Jadi, salah besar jika dikatakan bahwa ilmu pemasaran tidak memperhitungkan soal keuangan. Justru sebaliknya, ilmu pemasaran diterapkan untuk mengalokasikan semua sumber daya -termasuk keuangan-secara lebih cermat dan tepat.

Selain itu, salesman kadang hanya berpikir, sudah cukup jika punya produk knowledge. Padahal, salesman yang baik tentunya juga harus punya customer knowledge dan competitor knowledge.

Dalam buku SPIN Selling, Neil Rackham berkata bahwa sales force tidak saja harus dapat mengerti kebutuhan si pembeli, namun juga mesti tahu latar belakang pemicu kebutuhan ini; terutama untuk produk-produk high-value. Pengetahuan ini lalu digunakan untuk “menasihati” pembeli dalam memilih solusi bagi kebutuhannya. Inilah yang disebut orang sebagai Customer-Oriented selling, atau yang juga dikenal dengan Consultative Sales.

Kehadiran teknologi-seperti internet dan telepon seluler pastinya juga akan mengubah fungsi salesman. Mereka akan beralih ke fungsi yang lebih berharga, yaitu fungsi sebagai technical advisor dan relationship manager.

Fungsi salesman sebagai technical advisor tentunya paling kentara pada industry yang produk-produknya rumit dan sulit dimengerti secara teknis, misalnya saja di industri computer, mesin pabrik, serta peralatan berat. Sehingga , perusahaan-perusahaan yang berkecimpung di industry-industri ini banyak melatih tenaga penjualnya menjadi technical advisor yang andal. Semakin tinggi kemampuan teknis si penjual, semakin yakin si calon pembeli pada produk yang ditawarkan.

Sedangkan, fungsi salesman sebagai relationship manager paling terlihat pada industry farmasi etikal. Industri farmasi etikal merupakan suatu industry yang sangat unik karena “pembelinya” merupakan para dokter yang justru lebih memiliki pengetahuan daripada salesman soal produk-produk farmasi. Sehingga, para pembeli ini tentunya tidak lagi perlu bimbingan teknis fungsi-fungsi obatnya sendiri (kecuali tentunya obat jenis baru yang dulunya tidak ada). Penjualan kepada dokter-dokter ini lebih bersifat relationship, di mana para salesmen berlomba-lomba membangun hubungan dengan para dokter yang menjadi target mereka.

Tentunya, tidak semua sales force memiliki kemampuan untuk menjadi seorang technical advisor atau relationship manager. Namun, saya yakin, di antara sales force yang kita miliki, pastilah ada beberapa orang yang punya salah satu atau kedua keahlian itu. Sales force seperti inilah yang harus kita pertahankan dan kembangkan agar mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perusahaan kita.

Salam

Kamis, 05 September 2013

Value in Use



Hermawan Kartajaya
MarkPlus&Co

Bagaimana rasanya kalau disuruh berjualan lilin? Apa yang akan dilakukan? Mengharapkan orang membeli lebih banyak? Apa harapannya? Mengharapkan penyedia saluran listrik sering-sering memutuskan aliran listrik?

Menjual produk yang sangat bergantung pada kinerja produk lain memang tidak gampang. Kalau kita menjual lilin dan berharap tidak gampang. Kalau kita menjual lilin dan berhadap agar lilin tersebut digunakan hanya pada saat adanya pemutusan aliran listrik, maka akan sangat sulit. Meskipun lilin juga digunakan untuk hal-hal lain, penetrasinya belumlah cukup signifikan.

Fenomena seperti ini mungkin masih banyak terjadi saat kita menjual produk seperti ini. Di Amerika, terdapat seorang anak muda berumur 16 tahun, Mike Kittredge, yang membuat sebuah lilin yang diberikan sebagai hadiah natal untuk sang ibu.

Tidak disangka, idenya yang sederhana tersebut menyebar ke tetangganya. Mau tidak mau, lilin yang semula dibuat hanya untuk iseng akhirnya malah menjadi bahan jualan dan hadiah bagi tetangganya, bukan lagi sekadar sebagai penerang di tengah kegelapan saja.

Dari situ, akhirnya Kittredge merasa bahwa ide ini sebenarnya bisa menjadi sumber bisnis. Tiga tahun kemudian, di umurnya yang masih tergolong ABG, dia lalu menyewa sebuah ruangan sebagai tempat untuk menjual lilin-lilinnya.

Siapa yang menyangka, 30 tahun kemudian, tepatnya pada 1999, perusahaannya yang diberi nama Yankee Candle akhirnya malah go public di New York Stock Exchange. Setiap tahunnya, Yankee menghasilkan 80 juta lilin dengan total penjualan lebih dari US$400 juta.

Saat ini, Yankee yang telah memiliki lebih dari 350 toko bahkan tidak hanya menjadi produsen lilin. Salah satu tokonya justru menjadi objek wisata yang tiap tahunnya disinggahi tidak kurang dari 2,5 juta pengunjung alias menjadi atraksi kedua terlaris.

Yang menarik bagi saya bukan hanya konsep ekspansi dan cara jualnya, seperti menggunakan independent store, e-catalog, dan sebagainya, tetapi bagaimana seorang anak muda bisa membuat lilin berfungsi di luar fungsi dasar dan fungsi utamanya, serta menjualnya dengan margin yang cukup tinggi.

Selain itu, lilin-lilin tersebut bisa dikembangkan pasarnya karena kecerdikan dia membuat produknya sesuai dengan situasi penggunaan, mulai dari untuk urusan tidur, kantor, ruang tamu, ruang makan, minuman, penyejuk ruangan, dan sebagainya. Tak heran jika lilin-lilin Yankee bisa dijual seharga US$40.

Yankee memang tidak tanggung-tanggung. Kalau berniat membuat produk yang unik dengan fungsi spesifik yang lebih memberikan nilai tambah dibandingkan produk lainnya yang hanya memberikan fungsi dasar, harga dan pelayanannya juga harus menunjukkan value added. Value added ini kemudian dapat dikomunikasikan menjadi sebuah value in use yang memang memberikan manfaat bagi pelanggan, berbeda dengan manfaat produk sejenis lainnya.

Menjual lilin yang memiliki value added seperti Yankee tetapi tidak berani mengedukasi pelanggan bagaimana value added yang digunakan bisa menjadi value in use, tentu saja harga lebih yang diberikan akan membuat konsumen ragu dan justru membandingkannya dengan produk sejenis lainnya yang bisa saja lebih murah. Nah, yang juga cukup menarik diamati adalah persaingan di pasar lampu. Kehadiran Megaman yang mencoba melakukan edukasi dan pendekatan fashion memang mencoba melawan arus. Hebat saya, dengan menggunakan analogi kasus Yankee, masuk ke pasar seperti ini tidak boleh tanggung-tanggung.

Kalau hanya mengandalkan harga dengan range menengah-atas tanpa bisa menunjukkan value in use, konsumen di pasar tersebut bisa saja lebih memilih brand. Untuk itu, value added dari Megaman harus bisa dijadikan sebagai value in use.

Proses edukasi yang dijalankan tentu harus berbeda dengan yang dilakukan brand lainnya. Tidak cukup sekedar above dan below the line, tetapi juga beyond the line. Sehingga, unsur-unsur yang unik seperti fashion dapat dengan mudah diterima oleh kalangan dari brand lainnya yang biasanya menggunakan above dan below the line yang justru akan membuat value added kita tidak bisa menjadi value in use.

Salam Hangat

Senin, 02 September 2013

Layanan




Hermawan Kartajaya
MarkPlus&Co

Dalam salah satu acara “Siasat” di ANteve, saya kedatangan tamu istimewa: Profesor Rustam Didong dan Abdulgani. Rustam saat itu datang sebagai wakil Sekolah Tinggi Ekonomi keuangan dan Perbankan Indonesia (STEKPI). Abdulgani, selain Ketua Program Bidang Akademis di STEKPI, saat itu juga kita kenal sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia. Selain itu, Abdulgani dulu adalah seorang bankir dan pernah menjadi Direktur Utama Bank Duta.

Acara malam itu menyampaikan suatu pelajaran yang terkait dengan salah satu dari Sembilan elemen inti pemasaran. Kebetulan yang saya bahas adalah servis, dengan penekanan pada service quality. Suatu topik yang bisa jadi belum dipahami dengan baik oleh banyak orang, karena banyak orang menganggap kualitas layanan itu sekadar sebagai keramahan.

Kalau orang berbicara tentang kualitas layanan yang bagus, yang sering dijadikan contoh adalah Singapore Airlines. Kemudian, yang banyak diceritakan dan diingat orang adalah keramahan pramugari-pramugarinya, yang bisa menyebut dengan tepat nama para penumpang dan juga bias menyapa lewat senyum secara tulus. Sehingga, banyak penumpang yang merasa |di-orang-kan| itu begitu terkesan, kemudian memutuskan untuk menjadi pelanggan loyal Singapore Airlines.

Cerita itu tidaklah salah. Tapi, ada sejumlah hal penting yang tidak terungkap dalam cerita tersebut, yang sebetulnya menentukan puas atau tidaknya seorang penumpang. Mulai dari check-in, ketepatan waktu jam berangkat, suasana kabin pesawat, hingga panduan dan layanan yang diberikan selama dalam perjalanan; semuanya berjalan nyaris sempurna, tak kurang suatu suatu apa pun. Dan karena dilakukan secara konsisten, akhirnya tampak sebagai suatu hal yang biasa. Lain halnya dengan sapaan sang pramugarai itu.

Salam Hangat.

Minggu, 01 September 2013

Customers Are Our Children


Hermawan Kartajaya
MarkPlus&Co

Selama melayani pelanggan, Anda pasti pernah menerima complain dari mereka, bukan? Apalagi bagi Anda yang bertugas di frontline, complain pelanggan ini adalah [makanan sehari-hari]. Kadang complain mereka memang beralasan, kadang sama sekali tidak jelas apa alasannya. Nah, hal terakhir inilah yang pastinya sering bikin Anda merasa kesal.

Namun, ada satu cerita menarik yang saya dapatkan ketika saya terbang naik Garuda Indonesia dari Jakarta ke Singapura baru-baru ini. Saat itu, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan salah seorang karyawan senior Garuda Indonesia. Ia bilang bahwa selama sekitar 24 tahun bekerja, ia tidak pernah merasa susah atau stress menghadapi complain para penumpang itu.

Padahal, apa yang dialaminya sebenarnya juga sama saja. Misalnya saja ketika terjadi cuaca buruk yang mengakibatkan penerbangan tertunda. Atau ketika sebuah pesawat mengalami kerusakan sehingga penumpang terpaksa dipindahkan ke pesawat lain. Saat itu, hampir semua penumpang menyampaikan complain kepadanya walaupun sudah dijelaskan alasan-alasannya.

Karena penasaran, saya pun bertanya, mosok nggak pernah merasa susah sama sekali? Dia menjawab, selama 24 tahun bekerja, ia selalu menganggap para penumpang seperti anaknya sendiri yang masih kecil, yang sedang butuh-butuhya perhatian dari orangtuanya. Kalau lagi rewel atau ngambek, ya mesti dibelai dan dikasih senyuman; bukannya malah dikerasi, sebab nanti ia bakal tambah rewel.

Begitu pula penumpang. Kalau lagi ngamuk-ngamuk tanpa alasan yang jelas, modalnya ya inggih-inggih saja (menerima semua komplainnya|peny.). Komentar mereka jangan pernah dimasukkan ke dalam hati agar kita tidak menjadi bertambah stres.

Jadi, melayani harus dengan hati, dan haruslah selalu bias mengendalikan emosi. Jika tidak ingin stress dalam menghadapi beragam ulah penumpang, modalnya ya cuma satu: harus sering mengalah.

Cara kita menanggapi complain pelanggan ini akan sangat menentukan citra kita: apakah pelanggan ini akan akan terus menjadi pelanggan kita atau tidak; terutama bagi yang bergerak di bisnis jasa, seperti garuda Indonesia. Kita harus tahu, kenapa pelanggan complain kepada kita. Dengarkan dengan penuh perhatian ketika mereka complain.

Nah, lalu bagaimana jika pelanggan marah-marah tanpa alasan? Kita harus tetap tenang dan sopan. Saya yakin, pastilah pelanggan itu lama-lama juga akan sungkan kepada kita. Dan yang lebih penting, jangan biarkan pelanggan menunggu, karena jika pelanggan menunggu, maka mood-nya akan semakin jelek.

Kisah Garuda Indonesia ini mengingatkan saya akan pengalaman ketika saya mengunjungi Hamburger University milik McDonald`s di pinggiran kota Chicago, Amerika Serikat, beberapa tahun lalu.

Hamburger University adalah pusat pelatihan manajemen McDonald`s untuk seluruh dunia. Terus-terang, saya tidak menyangka, ternyata tempat yang sering ditulis di buku-buku teks pemasaran ini dipersiapkan dengan sangat serius, baik materi pengajaran maupun fasilitasnya. Areanya sangat luas, belasan ruang kuliah dan satu ruang auditorium besar. Padahal, ketika didirikan pada 1961, Hamburger University ini hanya berlokasi di basement salah satu restoran McDonald`s.

Seiring dengan makin pesatnya bisnis McDoald`s tak heran jika saat ini lebih dari 5.000 orang dari berbagai penjuru dunia mengikuti pelatiha di Hamburger University ini setiap tahunnya.

Di sini, seluruh pewaralaba (franchisees) McDonald`s dari seluruh dunia diharuskan mengikuti pelatihan selama tiga minggu. Mereka terutama diajari tentang Quality, Service, Cleanliness, dan Value (QSCV) yang menjadi core principles dari McDonald`s. Dan, di sini pun mereka harus melayani pelanggan sungguhan yang sengaja dipanggil di sinipun mereka harus melayani pelanggan sungguhan yang sengaja dipanggil untuk elihat hasil pelatihan terhadap para mahasiswa Hambuger University ini.

Nah, seperti Anda tahu, sebagian besar pelanggan McDonald`s adalah anak-anak kecil. Mereka ini sangatlah rewel, suka nuntut, dan kadang keinginannya sulit ditebak. Dan, di sinilah para mahasiswa Hamburger University tersebut dilatih agar terbiasa menghadapi sikap pelanggan yang seperti itu.

Bisa kita lihat, dengan system pelayanan berstandar tinggi, merek McDonald`s akhirnya memiliki karisma tersendiri. Para pelanggan itu sesungguhnya membeli merek McDonald`s-nya| termasuk pelayanan, kebersihan, dan kualitas| bukan hamburgernya saja.

Jadi, siapa pun pelanggan Anda-orang tua maupun anak kecil | sebenarnya mereka adalah |anak-anak| Anda sendiri. Perlakukanlah dan sayangilah mereka layaknya anak-anak Anda sendiri. Jika kita terus memperlakukan pelanggan kita dengan baik | apa pun sikap pelanggan kepada kita| lambat laun mereka pun akan bersikap sopan dan hormat kepada kita. []

Salam Hangat.

Kamis, 11 Juli 2013

Alasan Orang Tidak Membeli dan Cara Menyiasatinya

Johannes Liem

Ada beberapa alasan mengapa orang tidak membeli dari kita. Kita perlu mengerti hal ini, karena dengan demikian kita bisa menetapkan cara untuk menyiasatinya.

Alasan pertama kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa orang tersebut tidak menginginkan dan tidak membutuhkan produk atau jasa yang kita tawarkan,dan tidak punya uang.

Kita tidak berhasil menjual kepada orang seperti itu, karena kita keliru menetapkan target market, yakni menawarkan produk atau jasa kepada orang yang tidak tepat. Untuk menyiasatinya mudah saja: drop them from the Prospects` list! Hapus saja data prospek tersebut dari daftar kerja Anda, karena tidak ada gunanya, dan lupakan!

Alasan kedua kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa ia menginginkan dan membutuhkan produk atau jasa yang kita tawarkan, tetapi tidak punya uang.

Cara kita menyiasati tipe prospek kedua ini tergantung pada seberapa banyak sumber daya kita untuk menggarapnya, termasuk seberapa fleksibel kebijakan perusahaan kita untuk menangani tipe prospek seperti itu. Jika Anda punya cukup waktu, dan tidak tergesa-gesa untuk menggarap prospek lain yang lebih potensial, Anda boleh memikirkan cara memenuhi kebutuhannya, misalnya dengan memberikan kemudahan cara pembayaran, dengan system angsuran, atau mengizinkan membeli dalam jumlah kecil.

Jika Anda tidak punya cukup banyak waktu atau fleksibilitas kebijakan, berarti ia juga merupakan the wrong prospect; sisihkan data prospek tersebut, dan simpan untuk didekati lagi kelak di kemudian hari, jika Anda mempunyai produk atau jasa yang sesuai dengan kemampuan belinya.

Alasan ketiga kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa ia mempunyai uang, tetapi tidak membutuhkan produk atau jasa yang kita tawarkan.

Untuk menyiasati tipe ketiga ini, Anda perlu bertanya agak detail kepadanya. Misalnya, apakah yang dimaksud dengan “tidak membutuhkannya” itu adalah untuk saat sekarang, ataukah selamanya? Jika selamanya, berarti ia pun masuk kategori the wrong prospect. Sisihkan ia.

Jika hanya untuk saat sekarang, tanyakan kapan kiranya ia akan membutuhkan manfaat produk atau jasa seperti yang Anda tawarkan. Setelah Anda ketahui, rawatlah prospek tersebut dengan tetap mengunjunginya secara berkala untuk membina hubungan baik. Dengan cara itu, ketika ia siap, ia akan membeli dari Anda.

Alasan keempat kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa ia mempunyai uang, membutuhkan produk atau jasa seperti yang kita tawarkan, namun tidak mau membeli dari kita, karena manfaatnya dipersepsi kurang.

Untuk menyiasati prospek tipe keempat itu, Anda perlu melakukan klarifikasi mengenai apa yang dimaksud dengan “manfaat yang dipersepsi kurang”. Jika hal itu merupakan kesalahpahaman, atasilah segera, jabarkan faktanya, dan dukung dengan bukti yang relevan, agar ia percaya dan membeli.

Jika persepsinya itu merupakan realita-maksudnya, produk atau jasa Anda memang kalah bila dibandingkan dengan produk pesaing yang sejenis-pikirkanlah manfaat lain yang tidak terdapat pada produk atau jasa competitor, sehingga kelebihan itu bisa mengompensasi kekurangannya.

Sekali lagi, kalau kita bicara soal persepsi, hal itu lebih didominasi oleh hal-hal yang bersifat emosional, bukan teknis. Jadi, sampaikanlah secara persuasive sugestif agar prospek percaya dan membeli.

Alasan kelima kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa ia mempunyai uang, membutuhkan produk atau jasa seperti yang kita tawarkan,serta menganggapnya bermanfaat, namun tidak mau membeli dari kita, karena tidak percaya terhadap penawaran kita.

Untuk mengatasi tipe prospek kelima ini, lebih diperlukan self-instropection terlebih dahulu, sebelum kita memikirkan cara menyiasatinya. Anda perlu mawas diri. Coba tanyakan kepada diri Anda, “Mengapa ia tidak percaya pada proposalku ? Apakah ada hal yang membuatnya was-was, curiga, atau skeptis terhadap ucapan, pernyataan, dan/atau bahasa tubuhku? Ataukah ia tidak percaya pada penampilan fisikku, atau selling tools, atau bahkan terhadap perusahaanku?”

Jika memang ada hal yang membuat prospek curiga atau skeptic, perbaikilah dengan segera, dan sampaikanlah pemohonan maaf Anda atas kekhilafan tersebut, jika hal itu mengganggu prospek.

Jika Anda merasa yakin bahwa semuanya oke, cara paling mudah adalah menanyakannya secara langsung kepada prospek dengan pertanyaan terbuka (open minded): “Kalau saya boleh tahu, adakah yang ingin Anda sampaikan atau tanggapi berkenaan dengan proposal saya?”

Jika prospek menyampaikan keberatannya, atasilah dengan segera, agar kepercayaan timbul dan kemudian mau membeli.

Untuk sementara ini, agar efektivitas dan hasil penjualan Anda meningkat dengan pengorbanan dan waktu minimal, sebaiknya Anda berkonsentrasi untuk menggarap prospek tipe keempat dan kelima terlebih dahulu.

Tolong dicatat bahwa kesuksesan penjualan banyak ditentukan oleh pemilihan target customer yang tepat, yakni bukan hanya mau dan mampu membeli, namun juga merupakan pengambil keputusan pembelian.

Tetap semangat
Semoga bermanfaat

Pondok Klender,
12 Juli 2013

Senin, 08 Juli 2013

TIGA POWERFUL BUYING MOTIVATOR


Johannes Liem

Setelah mempelajari alasan mengapa orang tidak membeli dari kita dalam bab yang akan datang, dalam bab ini kita akan membahas alasan atau motif yang menyebabkan orang membeli produk atau jasa kita.

Secara umum, ada tiga motivasi dominan yang menyebabkan orang melakukan pembelian, yang kita mampu penuhi akan membuatnya senang dan memungkinkannya menjadi pelanggan setia kita di kemudian hari.

Pertama adalah produk atau jasa yang dibeli akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada nilai uang yang dikeluarkan. Sebagai contoh, jika ia mengeluarkan uang Rp 100x, ia akan mendapat manfaat produk atau jasa yang yang jika dikonversi ke nilai uang menghasilkan lebih dari Rp 100x; mungkin 140x, mungkin Rp 200x, mungkin 500x. Semakin bernilai menfaat yang diterima, pembeli akan semakin senang dan puas, serta merasa bahwa produk yang dibelinya sangat menguntungkan.

Bisa saja, karena kegembiraan itu, ia menceritakannya kepada rekan atau anggota keluarga yang lain, sehingga menjadi semacam promosi gratis bagi kita dan mendatangkan new sales opportunity.

Sebaliknya, jika nilai atau manfaat yang diterimanya sama dengan atau kurang dari Rp 100x, ia tidak mau membeli. Sekalipun misalnya kita berhasil menggunakan teknik Hypnosis in Selling atau bahkan Tricky Selling dan orang tersebut barangkali terbujuk untuk membeli, ia kemudian pasti akan merasa tidak senang atau kecewa. Di waktu lain, bisa dipastikan bahwa ia tidak akan mau membeli lagi. Bahkan bisa saja kekecewaannya diceritakan kepada rekan atau saudaranya yang lain, sehingga mengakibatkan sales opportunity lost bagi kita.

Mengacu pada buying motivation ini, sebenarnya suatu produk tidak pantas disebut mahal sekalipun harganya tinggi, jika produk tersebut memberikan nilai yang lebih besar daripada uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen. Lebih tepatnya, produk semacam itu disebut berharga tinggi, dan bukan mahal, karena arti “mahal” menurut definisi kita ialah bahwa manfaat yang diterima lebih kecil daripada nilai yang dibayarkan; sedangkan “murah” ialah bahwa manfaat yang diterima lebih besar daripada nilai uang yang dibayarkan.

Dengan memahami sifat buying motivator ini, kita seyogyanya tidak perlu merasa gentar untuk menjual produk atau jasa dengan komposisi harga berapa pun, selama kita yakin dan bisa meyakinkan prospek bahwa manfaat yang akan diterima jauh lebih besar daripada nilai uang yang dikeluarkan.

Buying motivator kedua adalah bahwa produk atau jasa yang kita tawarkan bisa membuat pembeli merasa lebih senang atau bahagia, dibandingkan sebelum memiliki produk atau jasa tersebut. Motivasi pembelian seperti ini biasanya berkenaan dengan manfaat produk yang menyentuh faktor emosi seseorang, entah bisa meningkatkan perasaan bangga (self-esteem), ataupun mengingkatkan citra diri (self-image). Misalnya, kendaraan bermotor, property, produk atau jasa entertainment, dan sejenisnya.

Hampir menyerupai buying motivator kedua, buying motoivator ketiga adalah bahwa produk atau jasa yang ditawarkan bisa mengatasi persoalan hidup pembeli, yang bersifat emosional teknis. Misalnya, produk atau jasa yang relevan dengan masalah kesehatannya, atau berkenaan dengan solusi karier dan bisnis, jasa perawatan dan perbaikan sejenisnya.

Menjual produk atau jasa yang berkenaan dengan buying motivator kedua dan ketiga seharusnya lebih mudah dan lebih elitis, karena kurang price sensitive, namun cara meyakinkan prospek dengan kedua buying motivator seperti ini memerlukan referensi dan/atau pembuktian yang lebih meyakinkan. Misalnya, jika Anda menjual produk perawatan kulit yang bisa menghilangkan jerawat dan flek hitam dalam 10 kali pemakaian, tentunya kulit muka Anda pun harus mulus. Jika Anda berjerawat atau punya flek hitam di wajah, bagaimana mungkin produk Anda bisa dipercaya oleh prospek?

Walaupun kita membagi buying motivator menjadi tiga factor, sesungguhnya dalam realitas jarang ditemukan salah satu motivator mendominasi motif pembelian seseorang. Biasanya motivasi itu tumpang tindih satu sama lain. Hanya saja ada prioritas kepentingan yang paling menonjol dari ketiganya, sehingga tugas Anda adalah mencari tahu motif apa yang paling dirasa penting oleh prospek,untuk dipenuhi terlebih dahulu.

Dan sekali lagi, motivasi pembelian apa pun yang dimiliki oleh prospek, semuanya mengacu ke satu hal yang sama, yakni : WHAT`S IN IT FOR ME, atau USA (UNTUNG SAYA APA) membeli produk atau jasa Anda?

Menjadi tugas Andalah untuk memikirkan cara mengemas manfaat produk atau jasa anda dalam brosur, iklan,maupun sales interview Anda. Lakukan atas inisiatif anda, bukan hanya yang telah perusahaan tentukan saja. Ambil inisiatif Anda sendiri atas ide-ide tersebut. Itu semua jangan dilihat dari sudut kepentingan diri atau perusahaan Anda, melainkan dari kaca mata dan kepentingan target market Anda! Kriterianya bukan apa yang menurut Anda bagus dan berguna, melainkan apa yang menurut prospek bagus dan berguna!

Semua selling tools and activities harus dirancang dan dikomunikasikan menurut asas ini, dan baru kemudian menjual menjadi hal gampang, menyenangkan, dan menguntungkan. Jika tidak, menjual bisa menjadi pekerjaan mencemaskan dan sukar!

Dalam hal ini dapat kita tarik benang merah bahwa menjual berkat kepercayaan” adalah menjual dengan ketulusan dan tidak terlalu berlebih-lebihan dengannya. Karena konsumen tidak akan membeli untuk kali yang berikutnya jika merasa kurang pas dengannya.


Tetap semangat
Semoga bermanfaat.

Pondok klender,
Ramadhan ,7 July 2013

Minggu, 30 Juni 2013

Positif Money Mindedness

(Orientasi positif Uang)

Sukses bukanlah suatu kebetulan
melainkan suatu pilihan"
(Johanes Lim)



Sebelum kita membahas soal menjual dengan kuasa hipnotis, adalah perlu bagi orang yang ingin menjadi Successful Salesperson, untuk memiliki mindset dan perilaku yang "Orientasi positif uang). Artinya, Anda berhasrat besar untuk memiliki banyak uang, karena yakin bahwa banyakniyia uang akan membawa lebih banyak manfaat bagi diri Anda, keluarga, dan masyarakat. Sebaliknya, kekurangan uang bisa menimbulkan banyak kendala dan kesulitan hidup.

Orang yang memiliki Positive money-mindedness menghargai nilai uang, sehingga mau berjuang keras untuk mendapatkannya sampai berlimpah. Ia memiliki tujuan hidup yang jelas, focus, serta terencana baik tahapannya, sehingga bias dievaluasi pencapaiannya dalam setiap tahap. Kerenanya orang seperti itu akan memiliki Self-Starter Motivation, yakni dorongan motivasi yang keluar dan berasal dari dirinya sendiri. Ia hanya memerlukan sedikit motivator eksternal, karena ia berlomba dengan dirinya sendiri. Jika perusahaana mengadakan Sales Contest, Salespersone ini akan dengan sepenuh hati dan sepenuh kemampuan berjuang untuk menjadi yang terbaik; bukan semata-mata karena tergiur hadiahnya, namun pertama-tama untuk membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa ia mampu menjadi Best Achiever!

Sebaliknya, orang yanag tidak memiliki positive money-mindedness biasanya marginal, merasa puas dengan status qua, kurang berani meregangkan diri atau kurang menantang diri sendiri, kurang berambisi, mudah merasa puas, dan sekaligus mudah menyerah menghadapi tantangan. Ia juga membutuhkan motivator eksternal terus menerus untuk menyemangati dirinya; tanpa motivator eksternal itu ia akan melempem, seperti kerupuk terkena air. Salesperson tipe ini tidak bergairah untuk memenangkan Sales Contest, sehingga nyaris mustahil menjadi Top Sales Performer.

Barangkali ada yang bertanya, apakah benar bahwa ada orang yang tidak mau mendapat uang lebih banyak, dan/atau menjadi yang terbaik? Bukankah setiap orang ingin menjadi sukses dan kaya? Ya, seyogyanya,dan logisnya memang demikian, namun dalam kenyataan hidup, faktanya tidaklah demikian.

Saya telah menyelidiki banyak orang, kaya dan miskin, sukses dan marginal atau gagal; bahkan sampai mewawancarai para gelandangan yang tinggal di kolong jembatan, pedagang asongan, nelayan miskin, buruh bangunan, dan pengangguran, untuk mencari tahu, mengapa mereka nyaris secara permanent dan turun-menurun hidup dalam kemiskinan derajat dan financial. Sebaliknya, saya juga banyak melakukan wawancara, mengapa ada orang yang hidup dalam kelimpahan financial, kebahagiaan rumah tangga, serta terhormat di masyarakat. Saya bertaniya-tanya, apakah karena factor tinggi-rendahnya pendidikan? Apakah karena latar belakang keluarga? Apakah factor gender? Apakah factor SARA (suku, agama, ras, antar golongan)?

Temuan saya aak mengejutkan diri saya sendiri, karena sebelumnya sya sangat percaya bahwa factor pendidikan, keturunan, bahkan Agama, akan menentukan kualitas hidup sesorang, berikut kesuksesan maupun kegagalan finansialnya. Dulu saya menganggap bahwa orang yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah sukses dan kaya, dibandingkan yang tidak. Orang yiang mempunyai latar-belakang keturunan dan keluarga kaya akan lebih pasti menjadi kaya dan sukses. Orang yang taat beribadah dan takut kepada Tuhan akan lebih mudah kaya dan sukses, dibandingkan yang tidak. Itu adalah pendapat saya dulu, yan ternyata banyak kelirunya.

Dalam realitas kehidupan, saya menemukan bahwa gagal suksesnya seseorang, atau kaya-miskin seseorang, banyak dipengaruhi oleh sistem kepercayaan fundamentalnya (basic belief systems), yakni apakah ia mempuniyai keyakinan akan sukses dan kaya, atau tidak. Jika "Ya", apa pun yang tidak dilakukannya akan membawa ke arah kesuksesan serta kekayaan. Sebaliknya, jika jawabannya adalah "Tidak", apa yang dilakukannya dan/atau tidak dilakukannya akan mejauhkannya dari kesuksesan atau kekayaan. Orang tipe ini akan hidup dalam kemiskinan, atau hanya mehjadi orang marginal.

Istilahnya orang yang “berbakat” sukses dan kaya adalah orang yang mempunyai Prosperity Conciousness, yakni kesadaran akan kemakmuran. Sekalipun saat sekarang ia masih bodoh atau miskin, orang seperti itu percaya bahwa suatu hari ia akan menjadi orang pandai dan kaya. Ia percaya dan berjuang keras untuk mewujudkan impian atau kepercayaannya itu, hari demi hari, sehingga ia tahu bahwa setiap hari keadaannya menjadi lebih baik dibandingkan dengan hari kemarin, dan hari esok pasti lebih baik dari hari ini.

Sementara itu, orang yang “berbakat” misikin biasanya memiliki Scarcity Conciousness, atau kesadaran akan kekurangan. Orang tipe ini adalah orang yang takut gagal, sehingga tidak berani mencoba hal baru, tidak gemar tantangan, dan mencintai comfort zone, yaitu zona kenyamanan, yang sebenarnya sama sekali tidak nyaman. Orang itu bias saja ingin kaya dan sukses, namun tidak mau membayar harganya. Untuk menutupi ketakutannya itu, mereka mencari berbagai dalih dan/atau berbagai falsafah hidup yang bias membenarkan dirinyia. Orang seperti itu akan menyukai ungkapan seperti, “Biar miskin asal bahagia.” Orang seperti itu akan lebih merasa bahagia ketika mendapat pembenaran dari kutipan kitab suci, “Orang kaya sukar masuk surga”, atau “Tuhan mengasihi orang miskin”, atau “Cinta akan uang adalah akar kejahatan”, dan lain sebagaimana. Akibat jelas : karena mereka tidak berjuang untuk mengubah nasib sendiri, hasil akhirnya adalah kehidupan yang marginal, bahkan banyak yang melata-lata.

Jadi yang menentukan kesuksesan bukan tinggi-rendahnay pendidikan. Banyak orang yang berpendidikan tinggi, namun karena mengidap Scarcity Consciousness hanya menjadi pengangguran, atau karyawan berjabatan rendah, yang bekerja di bawah pimpinan pengusaha yang berpendidikan jauh lebih rendah darinya!

Kalau seseorang adalah anak dari orang sukses dan kaya, tetapi mengidap Scarcity Consiousness, ia juga tidak akan bisa mengikuti jejak orang tuanya. Karena tidak mengenal arti susah, mereka juga tidak merasa perlu berjuang. Mereka malas belajar, dan hanya gemar hidup berfoya-foya menghamburkan harta orangtuanya. Dalam banyak kasus, mereka akan terlibat penyalahgunaan narkoba, perjudian, free sex, dan ujungnya jelas : hidup layaknya orang dungu. Ketika orangtuanya yang kaya meninggal, keaslian diri mereka akan mulai tampak : mereka menjadi pecundang!

Saya tidak sedang omong kosong. Apa yang saya sampaikan adalah realita. Itu merupakan pengalaman hidup orang yang saya kenal atau saya amati. Sekalipun ada peribahasa yang mengatakan “Jatuh buah tidak jauh dari pohonnya”, yang berarti sifat anak tidak jauh dari orangtuanya, factor keturunan tidak menjamin kesuksesan atau kegagalan hidup seseorang. Sya mengenal orang yang terlahir dari keluarga miskin dan tidak terpelajar, tetapibisa menjadi MBA dan mencapai sukses karier di perusahaan public, melulu dengan mengandalkan dirinya sendiri dan kepercayaannya akan Prosperity Conciousness.

Jadi untuk Anda, apa pun posisi atau status social Anda sekarang, hal terpenting yang perlu Anda milikiuntuk sukses menjual secara spektakuler adalah Prosperity Conciousness dan/atau Positif Money-Mindedness :

1. Percayalah bahwa Anda berhak untuk menjadi sukses dan kaya.

2. Tetapkan tujuan hidup yang jelas : Ingin menjadi apakah Anda 1,5,10 tahun mendatang? Ingin memiliki asset apa saja? Jika bernilai uang, tentukan jumlahnya dengan jelas, berapa juta atau milyar rupiah dan dalam berapa lama?

3. Jika berkenaan dengan penghasilan dari komisi penjualan, tetapkanlah target penjualan berapa rupiah yang memungkinkan Anda mendapat komisi seperti yang Anda idamkan . Berjuanglah untuk mencapai angka penjualan terse but, sekalipun tidak diminta oleh perusahaan. Ingat, Anda sedang berkompetisi dengan diri Anda sendiri, dan bukan dengan orang lain. Jadilah dan capailah yang terbaik!

4. Rancanglah program aksi untuk mencapainya, step-by-step. Apa yang perlu Anda lakukan atau tidak boleh Anda lakukan untuk mencapai tujuan hidup Anda? Pengorbanan apa saja yang perlu diambil?

5. Lakukanlah mulai sekarangjuga, secara konsisten dan konsekuen.

6. Evaluasilah hasilnya secara berkala. Jika tercapai, nikmatilah. Jika tidak tercapai, renungkanlah mengapa demikian, dan bagaimana mengatasinya agar tercapai?

7. Jika menghadapi banyak kendala dan problem, jangan menyerah. Anda boleh berhenti sejenak untuk menghimpun tenaga, kemudian mulailah kembali berjuang.

8. Jika tujuan Anda telah tercapai, tetapkan tujuan baru yang lebih menggairahkan untuk Anda perjuangkan kembali pencapaiannya.

9. Sambil berjalan, nikmatilah perjalanan hidup Anda. Tidak perlu menunggu sampai sukses dan kaya untuk menikmati hidup. Bisa Anda lakukan kapan saja dan di mana saja; lakukanlah sekarang dan terus menerus!



Mudah-mudahan Bermanfaat.

Sumber Pustaka : Hipnosis in Selling, Johanes Liem.

Pondok Klender
5 July 2012


Sabtu, 18 Mei 2013

Selling Attitude

(Johanes Lim)

Uang tidak tumbuh di pohon, atau jatuh dari
langit-langit, tetapi datang dari pertukaran dari manfaat
yang kita sajikan dengan uang orang lain.
(JOHANES LIM)


Tujuan saya membuat materi Hypnosis in Selling adalah untuk memudahkan Anda menjual. Ini sasarannya: gampang menjual, dalam jumlah banyak, dan cepat. Apa pun jenis produk atau jasa Anda, dan kepada siapa pun Ada menjual-perorangan, retailer, perusahaan, petinggi korporat, pejabat pemerintah-Anda saya jamin mampu dan berani menjual, karena program ini telah saya rancang untuk memberdayakan diri Anda secara seutuhnya: kompeten dan motivasional lahir batin, teknis maupun mental. Tujuan saya tercapai bila Anda menjadi Salesperson yang produktif.

Nah, setelah Anda mempraktikkan teknik memprogram pikiran bawah sadar agar memiliki prosperity Consciousness atau Positive Money-Mindedness, sekarang waktunya Anda mempersiapkan diri agar memiliki perilaku penjualan yang produktif.

Seperti kata pepatah, “Success breeds success. Money breeds money!”, untuk menjadi produktif dan sukses, pertama-tama Anda harus MEMANG TAMPIL DAN MERASA PRODUKTIF DAN SUKSES! Untuk merasa PRODUKTIF DAN SUKSES! Untuk merasa produktif dan sukses, Anda bisa melakukan teknik afirmasi yang telah saya sampaikan, yang harus Anda lakukan setiap hari untuk setiap topiknya, selama 21 hari.

Sedangkan untuk tampil produktif dan sukses, Anda harus mendandani penampilan fisik Anda, sebagaimana layaknya orang yang telah produktif dan sukses!

• Tatalah rambut Anda dengan baik. Jika Anda pria, potong rambut Anda agar pendek, dan sisirlah dengan rapi. Gunakan cream rambut atau foam. Perhatikanlah bahwa kebanyakan pria bisnis yang sukses tidak berambut gondrong acak-acakan. Memang ada kekecualiannya, tetapi sebaiknya tidak usah mengikuti kekecualian itu, sampai Anda benar-benar sudah sukses. Jika Anda wanita, mintalah penata rambut Anda untuk mengaturnya agar tampil elegan sebagai wanita bisnis. “Cool” tidak harus menjadi Nampak seperti wanita murahan.
• Khususnya bagi pria, jangan mencat rambut Anda dengan warna yang tidak natural. Jika Anda berambut hitam, jangan coba mencat rambut jadi kuning atau coklat muda. Anda bukan “bule”, dan tidak perlu menjadi “bule” untuk sukses. Jadilah diri sendiri. Jika Anda tidak menyukai diri Anda sendiri apa adanya, bagaimana mungkin mengharapkan orang lain menyukai Anda?
• Rawatlah wajah Anda dengan baik. Jika ada jerawat, flek hitam, apalagi komedo hitam di hidung Anda, segera atasi! Jika Anda biarkan akan mengganggu pemandangan, dan mengurangi rasa percaya diri Anda.
• Juga bersihkan lubang telinga Anda, jangan sampai banyak tahi kuping yang terlihat dari luar. Bila telinga Anda kelihatan kotor
• Juga bersihkan lubang telinga Anda, jangan sampai banyak tahi kuping yang terlihat dari luar. Bila telinga Anda kelihatan kotor, hal itu mengindikasikan bahwa Anda orang yang tidak resik, tidak peduli, careless.
• Sebisanya pergunakanlah deoran dan parfum untuk memastikan bahwa Anda tercium wangi dan segar. Ingat, orang yang punya masalah bau badan (BB) biasanya tidak bisa mencium bau badannya sendiri, bagaimanapun menyengatnya. Jadi lebih aman dan lebih percaya diri jika Anda memastikan berbau wangi.
• Sebisanya pergunakanlah deodorant dan parfum untuk memastikan bahwa Anda tercium wangi dan segar. Ingat, orang yang punya masalah bau badan (BB) biasanya tidak bias mencium bau badannya sendiri, bagaimanapun menyengatnya. Jadi lebih aman dan lebih percaya diri jika Anda memastikan berbau wangi.
• Hal yang serupa adalah masalah bau mulut. Karena kita tidak bias merasakannya sendiri, pastikan bahwa Anda sering mengunyah permen karet, dan atau permen rasa mint yang sugar-free. Dan/atau menyemprotnya dengan pewangi mulut, sebelum melakukan sales interview. Mengapa demikian? Sebab jika Anda banyak bicara dengan mulut yang berbau tidak sedap, emosi dan konsentrasi prospek akan terganggu.
• Potong dan rapikan semua kuku di jari tangan dan kaki Anda: jangan sampai terlihat panjang dan jorok. Kuku yang tidak dirawat mencerminkan pribadi yang tidak resik, dan tidak peduli, careless.
• Kenakan pakaian yang mencerminkan sukses. Tidak perlu mahal, tapi rapid dan bersih. Pastikan bahwa pakaian Anda tidak tercium bau lembab (menjemurnya kurang kering dan sudah digosok), karena tercium seperti bau orang susah. Sebaiknya gunakan pewangi pakaian sebelum dijemur. Hindari pakaian yang warnanya sudah kusam, atau bernoda, apalagi jika sudah mulai lapuk. Ganti dan beli yang baru. Untuk pria bisnis akan lebih baik bila memakai baju lengan panjang cerah polos (putih, kuningmuda, biru muda), dan celana panjang berwarna gelap. Sebisanya pergunakan dasi sebagai aksesori minimal, dengan warna merah atau kuning emas, atau ungu. Jika perlu, pakailah jas berwarna gelap. Jika tidak setelan, selalu pergunakan secara kontras: jika jas berwarna gelap, pergunakan celana berwarna muda, demikian sebaliknya.
• Sekalipun di perusahaan Anda tidak ada kebiasaan mengenakan dasi, jika memang diperlukan, kenakanlah dasi. Jika merasa risi dan/atau ditertawakan oleh orang sekantor, kenakanlah ketika Anda sudah mulai keluar ke lapangan. Sekalipun Anda masih naik kendaraan umum atau sepeda motor, tidak ada persoalan. Jika mulanya Anda masih merasa malu, Anda bias mengenakannya begitu tiba di lokasi tujuan, atau Anda tutupi dengan jaket selama perjalanan. Sebenarnya Anda tidak perlu merasa malu: memangnya apa yang salah? Tampaklah sukses terlebih dahulu, sebentar waktu lagi Anda akan sukses sungguhan!
• Kenakanlah sepatu berwarna standar bisnis, yakni gelap. Bersihkan dan semirlah sampai mengkilap. Jika sudah muali Nampak jelek, buang dan belilah sepatu baru. Sekali lagi, tidak harus mahal, tapi rapid dan mengkilap!
• Aksesori minimal yang perlu ada ialah jam tangan, agar Anda bias melihat dan mengatur waktu sales interview secara efektif. Jangan lupa pula pena dan notesnya, agar Anda bias menggunakan pena itu sebagai alat penunjuk pengganti jari tangan, serta mencatat hal penting.
• Semua selling tools harus Nampak rapi, bersih, dan lengkap tas kerja, brosur, surat reverensi atau testimonial, literature pendukung (dan copy-nya jika perlu diberikan kepada prospek), contoh atau foto produk, price-list, order form, dan lain-lain.
• Datanglah minimal 10 menit sebelum waktu janji pertemuan dengan prospek, agar Anda tidak merasa tergesa-gesa. Waktu menunggu dapat Anda pergunakan untuk berbincang-bincang dengan staf atau reseptionis guna mencari informasi umum tentang perusahaan dan prospek yang hendak Anda temui.
• Jangan sekali-kali terlambat dating menghadiri janji pertemuan dengan prospek, apa pun alasannya! Terlambat bisa celaka! Aturlah waktu perjalanan agar pasti tiba sebelum waktunya, apa pun yang terjadi di jalanan. (Saya sendiri membiasakan diri dating 30 menit sebelum meeting dengan klien; dan 60 menit sebelum acara pelatihan, untuk memastikan bahwa semua perangkat audio-video dan lay-out ruangan beres.)
• Persiapkan mental Anda untuk mendapatkan transaksi. Lakukan afirmasi dalam hati, “Saya persuasive, saya kharismatik. Setiap prospek, termasuk Pak Anu, percaya kepada saya, dan membeli dari saya!”
• Ketika Anda mulai dipersilakan menjumpai perospek, pasanglah raut wajah dan bibir yang tersenyum riang ramah, serta percaya diri. Sapalah terlebih dahulu dengan salam “Selamat pagi, atau selamat siang!” Jabatlah dan genggamlah tangan prospek dengan mantap (tidak terlalu keras, namun tidak lembek), tersenyumlah yang lebar, tataplah matanya, dan katakanlah seperti ini, “Saya Johanes Lim dari Profit Booster Indonesia. Senang sekali bertemu dengan Bapak/Ibu!”
• Itulah perlengkapan standar yang harus Anda miliki untuk menjadi Sales person yang produktif dan sukses.

TUGAS KERJA:
Untuk membantu mempercepat Anda menjadi The Best Sales Achiever, TULISKAN dan sambil MENGUCAPKAN kalimat di bawah ini sebanyak 10 halaman A-4 setiap harinya, selama 21 hari:
• Saya sales terbaik!

Semoga bermanfaat.



Daftar Pustaka :
- Hypnosis in Selling, Johanes Lim, Ph. D. CPC, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007

Jakarta, mei #19, 2013

Rabu, 15 Mei 2013

Menjual Jalan Menuju Puncak Abad-21

Kevin Hogan
Art of Communication


Judul ini adalah sintesa dari apa yang penulis temui dilapangan, sinopsis buku-buku yang penutur baca, dan dari pelatihan-pelatihan yang penutur ikuti selama bekerja sebagai tenaga wiraniaga di berbagai lembaga dan perusahaan. Meskipun penutur tidak menapaki lagi jalan sebagai tenaga wiraniaga, dan tidak dengan prestasi sebagai wiraniaga dengan karir puncak, ada kalanya penutur merasa ingin membagikan sedikit keahlian (skill) dalam seni menjual tersebut. Hal ini dapat berguna juga di bidang-bidang yang tidak langsung berhubungan dengan bidang penjualan.

Para tenaga penjualan benar-benar membuat dunia berputar. Pekerjaan mereka adalah salah satu yang tersulit di dunia. Ada imbalan untuk berbagai tantangan dalam berjualan. Penjualan telah mencapai lebih dari jutaan per kapita daripada bidang lain! Ini adalah sebuah bidang di mana kerja keras dan kerja yang cerdik benar-benar memberi hasil. Berikut adalah beberapa kunci bagi keberhasilan penjualan dalam abad ke-21!

Berikut adalah mental positif yang perlu dimiliki oleh tenaga-tenaga penjual di seluruh dunia;


Mengelola Keadaan Pikiran Anda dalam Segala Situasi
Keadaan pikiran Anda adalah satu unsur dari proses penjualan di mana Anda banyak memiliki kendali. “Keadaan Anda secara umum terdiri dari tiga unsur,dua diantaranya dapat Anda kendalikan. Dan satu lagi adalah unsur yang sulit dikendalikan. Bp. Yohanes dalam sebuah acara bincang kewirausahawan network 21, menggambarkan dengan baik mengenai hal ini; Sebuah teko apabila kita isi dengan air, maka jika penuh, yang keluar dari teko adalah juga air. Demikian juga halnya jika teko tersebut kita isi dengan minyak maka yang keluar dari teko tersebut adalah minyak. Selalu berhati-hatilah dalam berpikir dan bertindak !!!

Tidak diragukan lagi bahwa gambar, kata-kata, dan emosi yang Anda alami dalam pikiran sebagian besar berada di bawah kedali Anda. Bila representasi internal atau gambaran internal menyabotase Anda, Anda perlu mengambil kembali kendali pikiran Anda. Anda harus mulai membuat gambar yang baru bagi diri Anda sendiri. Mulailah melihat diri Anda sebagai orang yang kompeten dalam memahami perilaku,tindakan, dan pikiran orang lain. Dengan kesadaran bahwa Anda menjadi efektif dalam memahami pekerjaan orang lain, Anda akan semakin lebih bisa mengontrol diri sendiri.

Representasi internal anda mencakup ucapan yang Anda ungkapkan kepada diri sendiri ketika Anda berbicara. Representasi ini meliputi nada suara yang Anda gunakan ketika anda berbicara kepada diri sendiri. Termasuk bidang dalam pekerjaan Anda. Bila anda tidak menyukai hal-hal yang terjadi di otak Anda, ubahlah sekarang. Anda dapat mengubah nada suara Anda ketika berbicara kepada diri sendiri, misalnya dengan mengubah kata-kata "Kamu Bodoh" menjadi "Kamu AKAN membuatnya BESAR !" Ketika Anda mengalami gambar yang menciptakan perasaan putus asa, segera gantilah gambaran itu menjadi gambaran penuh perjuangan yang berakhir dengan kesuksesan dan bukan kegagalan. Tindakan mengambil peran aktif dalam manajemen diri Anda merupakan hal yang sangat penting dalam kesuksesan. Anda adalah penjual yang sangat efektif!

FISIOLOGI
Pengelolan pikiran Anda sangat berhubungan dengan pengelolaan tubuh Anda. Bila bertubuh gemuk, menderita nyeri dan sakit yang dapat disembuhkan, lalu postur tubuh dan “pembawaan diri Anda“ begitu buruk, Anda harus beraksi untuk mengubah sekarang.
Kelebihan berat badan? Mulailah program penurunan berat secepatnya. Citra tubuh Anda langsung memengaruhi penghargaan diri Anda, dan itu berarti memengaruhi penjualan Anda. Jadilah aktif dan bayangkan citra tubuhAnda yang langsing sehingga anda merasa bangga dengan penampilan Anda. Cara Anda melihat diri sendiri sangat memengaruhi daya tarik anda di mata orang lain.
Apakah Anda mengidap sakit, nyeri, dan somatik lain yang dapat diobati atau dibantu dengan terapi ? Lakukan terapi ! Rasa sakit dan somatik lain mengurangi efektivitas Anda dan menguras energi yang Anda butuhkan untuk diberikan kepada konsumen Anda.
Apakah postur tubuh Anda jelek ? Mulailah dengan duduk dan berjalan dengan tegak seolah-olah seseorang memiliki tangan besar yang mendorong pantat Anda ke depan. Cara ini dapat memperbaiki postur Anda secara drastis. Cara Anda membawa diri sendiri akan mengubah banyak kata “tidak“ menjadi “ya“ karena banyak orang memandang penampilan yang duduk membungkuk sebagai indikasi kepercayaan diri yang rendah. Ketika orang mengira Anda adalah orang yangtidak memiliki kepercayaan diri, anggapan itu justru menghilangkan kepercayaan mereka terhadap Anda sebagai seorang penjual dan mengurangi volume penjualan Anda.

FAKTOR GENETIKA JUGA DAPAT DIATASI.

Bila Anda mengidap depresi, kecemasan, gangguan panik, dan gangguan emosional lain, bicarakan dengan dokter medis Anda dan temukan obat yang tepat. Tidak perlu merasa malu untuk menggunakan obat antidepresi dan anti kecemasan, yang dibuat untuk mengatasi biologi saraf yang tidak efisien. Sulit sekali untuk mengubah “kimia otak“ Anda dalam cara yang diprediksi hanya dengan menggunakan teknik kognitif saja. Ambillah manfaat dengan pengobatan seperti penggunaan sinar laser yang tersedia untuk membantu Anda. Konsultasikan dengan dokter Anda. SELALU ada sesuatu yang bisa Anda lakukan.

Anda dapat mulai mengelola pikiran orang lain begitu Anda telah berhasil mengelola pikiran Anda sendiri. Pengelolaan keadaan konsumen Anda dikerjakan dalam cara yang sama seperti yang Anda gunakan dalam mengelola keadaan pkirian Anda sendiri.

REPRESENTASI INTERNAL
BILA klien Anda merasa perlu mengalami dosis singkat dari penderitaan status quo untuk membantunya mengubah diri demi masa depan yang lebih cerah, Anda wajib membuat gambaran yang jelas tentang yang harus ia hindari dan yang harus ia tuju. Buatlah suara yang akan ia dengar dalam pikirannya secara jelas dan nyaring. Bantulah ia untuk merasakan kenyerian tentang keadaan statis dan kesenangan tentang perubahan bila ia tidak dapat melakukannya sendiri.

FISIOLOGI
Kadang kala Anda perlu membawa klien Anda untuk bergerak menuju penciptaan perubahan internal dalam keadaan pikirannya. Berikan sesuatu kepadanya. Berikan buku dan mintalah ia untuk membacanya. Mintalah klien Anda untuk berpartisipasi dalam beberapa aktivitas bersama Anda. LAKUKANLAH SESUATU dengan klien Anda. Anda tidak diwajibkan untuk selalu duduk berhadapan dan berseberangan meja.
Bila klien Anda berada dalam “keadaan buntu“, penjualan akan lenyap bila Anda tidak mengubah kondisi itu. Kadang kala, Anda perlu bangkit dan pergi, atau setidaknya pindah ke tempat lain. Mengubah fisiologi klien Anda akan mengubah keadaan internalnya.

C. PENDEKATAN PADA PENGUBAHAN GENETIKA KLIEN ANDA
3. Kumpulkan, Kelola, dan Terapkan Pengetahuan
Mendatangkan nilai, keyakinan, dan perasaan adalah metode pengumpulan pengetahuan yang penting tentang konsumen Anda. Para penjual terbaik sebisa mungkin mengumpulkan informasi tentang konsumen mereka sebelum mereka bertemu untuk pertama kalinya. Dalam buku ini, Anda telah mempelajari kepribadian, tipe pembeli, dan siapa yang membeli berdasarkan metaprogram. Itulah yang disebut pengetahuan. Kendati demikian, masih banyak lagi yang harus dipelajari.
Bila Anda menjual ke perusahaan, Anda dapat mengetahui segala sesuatu, mulai dari penghasilan perusahaan hingga strategi perusahaan dengan hanya melakukan hubungan telepon ke perusahaan itu dan meminta izin sebelum Anda berkunjung ke sana. Pelajarilah semampu Anda akan kebutuhan, kepentingan, dan keinginan perusahaan itu.
Sekretaris adalah sumber pengetahuan. Salah satu strategi penjualan favorit saya adalah bukan melewati (mengabaikan) sekretaris, tetapi sebaiknya menjalin persahabatan dengannya Tutur Kevin Hogan penulis buku Art of Communication.
“Hai, Jan, ini Kevin Hogan, penulis The art of communication. Apakah atasanmu sudah memutuskan siapakah pembicara yang akan hadir di perusahaanmu, atau adakah orang lain yang dapat aku ajak bicara?” “Begitu aku dapat berbicara dengannya di telepon, aku akan bertanya apakah yang ia cari dari seorang pembicara yang baik?”
“Sebenarnya ia mencari pembicara motivasi atau orang yang lebih banyak memaparkan penerapan yang lebih praktis dalam penjualan dan pemasaran?”
“Siapakah pembicara favoritmu dalam setahun atau dua tahun lalu?”
“Siapakah pembicara favoritnya dalam beberapa tahun terakhir ini?”

Pengumpulan pengetahuan seperti ini akan sangat manjur. Dalam contoh di atas, Anda berbicara dengan sekretaris, yang sebenarnya merupakan penjaga pintu gerbang dalam dunia perusahaan. Alih-alih melewati para enjaga gerbang itu, Anda dapat menjalin persahabatan dengan meminta pendapatnya dan membangun respek terhadapnya dan pengetahuan tentang perusahaannya.
Inilah cara Anda untuk mengumpulkan pengetahuan kecerdasan melampaui profil pembelian yang lebih umum, yang telah kita bahas sebelumnya dalam buku ini.

Apakah motif internal terdalam kita tentang pencapaian kesuksesan?

Ada banyak cara untuk menentukan maksud Anda di tempat kerja, tetapi menurut pengalaman saya, cara yang paling efektif adalah menjawab satu pertanyaan: Apakah yang penting bagi saya soal meraih sukses?
Menentukan maksud Anda yang lebih tinggi dimulai dengan mendefinisikan kata sukses itu sendiri, sebab itulah paradigma yang paling relevan bagi kebanyakan orang. Tetapi sukses itu mempunyai makna yang berbeda-beda bagi masing-masing orang.
Itulah sebabnya penting sekali Anda ketahui apa makna sukses itu bagi Anda. Ujung-ujungnya, jawaban terhadap pertanyaan sukses itu akan menghasilkan pembedaan yang lebih mendalam, motif-motif yang lebih kuat, dan alasan-alasan yang otentik untuk ingin meraih sukses-dan di sanalah Anda temukan kuasa sejati dalam upaya Anda. Galilah dalam-dalam janganlah berhenti dengan hal pertama yang muncul di benak Anda. Semakin dalam Anda mencari, semakin akurat dan mendalamlah dampak jawaban Anda itu.

Berikut adalah dua contoh dari riset saya tentang bagaimana pertanyaan sukses itu menghasilkan landasan yang berbeda tetapi sama ampuhnya di atas mana seseorang dapat membangun karirnya dalam bidang penjualan:

Pramuniaga A:
Uang ==>Kebebasan==>waktu(menghasilkan perbedaan dalam hidup)

Pramuniaga B:
Pengakuan ==>Penerimaan ==>kesempurnaan ( nilai tambah dalam hidup)

Sementara pramuniaga A pada mulanya menjawab bahwa meraih uang itulah definisi suksesnya, ketika ia gali lebih mendalam, ia tentukan bahwa alasan ia ingin meraih uang lebih banyak adalah karena ia senang kebebasan yang tercipta untuk melewatkan waktu lebihbanyak dengan sesamanya. Setelah menggali lebih dalam lagi, ia temukan bahwa motif sesungguhnya untuk melewatkan waktu lebih banyak dengan sesamanya adalah bahwa ia ingin menghasilkan perbedaan berarti dalam kehidupan mereka. Itu dia. Definisi suksesnya dan sumber daya yang meneguhkannya: menghasilkan perbedaan dalam kehidupan sesamanya. Akibat penemuannya itu, ia sekarang masuk kantor setiap harinya mengetahui bahwa maksudnya adalah menyelaraskan tindakan-tindakannya dengan cara yang sedemikian rupa sehingga di akhir harinya ia benar-benar telah menghasilkan perbedaan postitif dalam kehidupan orang-orang dengan siapa ia berbisnis-suatu peluang tidak terbatas baginya sebagai professional di bidang penjualan-sesuatu yang biasa dipercaya para kliennya secara implisit-sesuatu yang dapat dicapainya terlepas dari suksesnya dalam keuangan.
Dan sementara pramuniaga B pada mulanya menyangka sukses itu berarti mendapatkan pengakuan para atasan serta sesamanya, sekarang ia bangun setiap harinya dengan pikiran, energy, dan sumber-sumber daya difokuskan kepada memberikan kemampuan.
Terbaiknya kepada para kliennya sehingga ujung-ujungnya ia memberikan nilai tambah kepada kehidupan mereka kembali, suatu usaha yang sangat dapat dipercaya-kembali, suatu usaha layak yang bias dicapai terlepas dari sukses dalam keuangan.
Tentu Anda perhatikan bahwa dalam kedua contoh tersebut sang pramuniaga pada mulanya mendefinisikan sukses secara sangat dangkal. Yang satu mengatakan bahwa sukses itu berarti meraih uang lebih banyak; yang lain mengatakan bahwa sukses itu berarti meraih uang lebih banyak; yang lain mengatakan bahwa sukses itu berarti diakui atas prestasi-prestasinya. Mungkin sampai titik ini dalam karir Anda, demikian pulalah anda mendefinisikan sukses. Kalau ya, anda tidaklah sendirian.

Tetapi perhatikanlah juga bahwa dalam kedua contoh tersebut, sementara sang pramuniaga meluangkan waktu untuk menggali lebih dalam lagi. Masing-masing menemukan landasan yang kokoh untuk membangun karirnya dalam bidang penjualan-dimana masing-masing menemukan kuasa sejati dalam bidang penjualan-dimana masing-masing menemukan kuasa sejati dalam pekerjaannya. Dan kalau anda bersedia menggali dalam-dalam untuk menentukan maksud anda yang sesungguhnya dalam menjual, andapun, dapat membangun karir anda diatas landasan yang kokoh.
Segalanya diatas permukaannya akan mengikuti. Bertumbuhlah dibawah permukaannya maka segalanya diatas permukaannya akan menjadi lebih berbobot. Itulah Hukum Gunung Es. Dan disanalah sukses menjual berkat kepercayaan ini dimulai.

Catatan :
-Hidup yang lebih berkualitas (dengan adanya kemampuan utk memilih.)

Semoga Bermanfaat

Pramuka Raya, 15 Mei 2013