Jasa konsoltasi Perusahaan/BUMN

Foto saya
Agus Sri Muljoto, Pernah bekerja sebagai tenaga pemasaran PT. Luxindo Raya Surakarta dan sekertaris perusahaan Cv. Warna Widyajati. Entrepreuner

Kamis, 11 Juli 2013

Alasan Orang Tidak Membeli dan Cara Menyiasatinya

Johannes Liem

Ada beberapa alasan mengapa orang tidak membeli dari kita. Kita perlu mengerti hal ini, karena dengan demikian kita bisa menetapkan cara untuk menyiasatinya.

Alasan pertama kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa orang tersebut tidak menginginkan dan tidak membutuhkan produk atau jasa yang kita tawarkan,dan tidak punya uang.

Kita tidak berhasil menjual kepada orang seperti itu, karena kita keliru menetapkan target market, yakni menawarkan produk atau jasa kepada orang yang tidak tepat. Untuk menyiasatinya mudah saja: drop them from the Prospects` list! Hapus saja data prospek tersebut dari daftar kerja Anda, karena tidak ada gunanya, dan lupakan!

Alasan kedua kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa ia menginginkan dan membutuhkan produk atau jasa yang kita tawarkan, tetapi tidak punya uang.

Cara kita menyiasati tipe prospek kedua ini tergantung pada seberapa banyak sumber daya kita untuk menggarapnya, termasuk seberapa fleksibel kebijakan perusahaan kita untuk menangani tipe prospek seperti itu. Jika Anda punya cukup waktu, dan tidak tergesa-gesa untuk menggarap prospek lain yang lebih potensial, Anda boleh memikirkan cara memenuhi kebutuhannya, misalnya dengan memberikan kemudahan cara pembayaran, dengan system angsuran, atau mengizinkan membeli dalam jumlah kecil.

Jika Anda tidak punya cukup banyak waktu atau fleksibilitas kebijakan, berarti ia juga merupakan the wrong prospect; sisihkan data prospek tersebut, dan simpan untuk didekati lagi kelak di kemudian hari, jika Anda mempunyai produk atau jasa yang sesuai dengan kemampuan belinya.

Alasan ketiga kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa ia mempunyai uang, tetapi tidak membutuhkan produk atau jasa yang kita tawarkan.

Untuk menyiasati tipe ketiga ini, Anda perlu bertanya agak detail kepadanya. Misalnya, apakah yang dimaksud dengan “tidak membutuhkannya” itu adalah untuk saat sekarang, ataukah selamanya? Jika selamanya, berarti ia pun masuk kategori the wrong prospect. Sisihkan ia.

Jika hanya untuk saat sekarang, tanyakan kapan kiranya ia akan membutuhkan manfaat produk atau jasa seperti yang Anda tawarkan. Setelah Anda ketahui, rawatlah prospek tersebut dengan tetap mengunjunginya secara berkala untuk membina hubungan baik. Dengan cara itu, ketika ia siap, ia akan membeli dari Anda.

Alasan keempat kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa ia mempunyai uang, membutuhkan produk atau jasa seperti yang kita tawarkan, namun tidak mau membeli dari kita, karena manfaatnya dipersepsi kurang.

Untuk menyiasati prospek tipe keempat itu, Anda perlu melakukan klarifikasi mengenai apa yang dimaksud dengan “manfaat yang dipersepsi kurang”. Jika hal itu merupakan kesalahpahaman, atasilah segera, jabarkan faktanya, dan dukung dengan bukti yang relevan, agar ia percaya dan membeli.

Jika persepsinya itu merupakan realita-maksudnya, produk atau jasa Anda memang kalah bila dibandingkan dengan produk pesaing yang sejenis-pikirkanlah manfaat lain yang tidak terdapat pada produk atau jasa competitor, sehingga kelebihan itu bisa mengompensasi kekurangannya.

Sekali lagi, kalau kita bicara soal persepsi, hal itu lebih didominasi oleh hal-hal yang bersifat emosional, bukan teknis. Jadi, sampaikanlah secara persuasive sugestif agar prospek percaya dan membeli.

Alasan kelima kenapa orang tidak membeli produk atau jasa yang kita tawarkan adalah bahwa ia mempunyai uang, membutuhkan produk atau jasa seperti yang kita tawarkan,serta menganggapnya bermanfaat, namun tidak mau membeli dari kita, karena tidak percaya terhadap penawaran kita.

Untuk mengatasi tipe prospek kelima ini, lebih diperlukan self-instropection terlebih dahulu, sebelum kita memikirkan cara menyiasatinya. Anda perlu mawas diri. Coba tanyakan kepada diri Anda, “Mengapa ia tidak percaya pada proposalku ? Apakah ada hal yang membuatnya was-was, curiga, atau skeptis terhadap ucapan, pernyataan, dan/atau bahasa tubuhku? Ataukah ia tidak percaya pada penampilan fisikku, atau selling tools, atau bahkan terhadap perusahaanku?”

Jika memang ada hal yang membuat prospek curiga atau skeptic, perbaikilah dengan segera, dan sampaikanlah pemohonan maaf Anda atas kekhilafan tersebut, jika hal itu mengganggu prospek.

Jika Anda merasa yakin bahwa semuanya oke, cara paling mudah adalah menanyakannya secara langsung kepada prospek dengan pertanyaan terbuka (open minded): “Kalau saya boleh tahu, adakah yang ingin Anda sampaikan atau tanggapi berkenaan dengan proposal saya?”

Jika prospek menyampaikan keberatannya, atasilah dengan segera, agar kepercayaan timbul dan kemudian mau membeli.

Untuk sementara ini, agar efektivitas dan hasil penjualan Anda meningkat dengan pengorbanan dan waktu minimal, sebaiknya Anda berkonsentrasi untuk menggarap prospek tipe keempat dan kelima terlebih dahulu.

Tolong dicatat bahwa kesuksesan penjualan banyak ditentukan oleh pemilihan target customer yang tepat, yakni bukan hanya mau dan mampu membeli, namun juga merupakan pengambil keputusan pembelian.

Tetap semangat
Semoga bermanfaat

Pondok Klender,
12 Juli 2013

Senin, 08 Juli 2013

TIGA POWERFUL BUYING MOTIVATOR


Johannes Liem

Setelah mempelajari alasan mengapa orang tidak membeli dari kita dalam bab yang akan datang, dalam bab ini kita akan membahas alasan atau motif yang menyebabkan orang membeli produk atau jasa kita.

Secara umum, ada tiga motivasi dominan yang menyebabkan orang melakukan pembelian, yang kita mampu penuhi akan membuatnya senang dan memungkinkannya menjadi pelanggan setia kita di kemudian hari.

Pertama adalah produk atau jasa yang dibeli akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada nilai uang yang dikeluarkan. Sebagai contoh, jika ia mengeluarkan uang Rp 100x, ia akan mendapat manfaat produk atau jasa yang yang jika dikonversi ke nilai uang menghasilkan lebih dari Rp 100x; mungkin 140x, mungkin Rp 200x, mungkin 500x. Semakin bernilai menfaat yang diterima, pembeli akan semakin senang dan puas, serta merasa bahwa produk yang dibelinya sangat menguntungkan.

Bisa saja, karena kegembiraan itu, ia menceritakannya kepada rekan atau anggota keluarga yang lain, sehingga menjadi semacam promosi gratis bagi kita dan mendatangkan new sales opportunity.

Sebaliknya, jika nilai atau manfaat yang diterimanya sama dengan atau kurang dari Rp 100x, ia tidak mau membeli. Sekalipun misalnya kita berhasil menggunakan teknik Hypnosis in Selling atau bahkan Tricky Selling dan orang tersebut barangkali terbujuk untuk membeli, ia kemudian pasti akan merasa tidak senang atau kecewa. Di waktu lain, bisa dipastikan bahwa ia tidak akan mau membeli lagi. Bahkan bisa saja kekecewaannya diceritakan kepada rekan atau saudaranya yang lain, sehingga mengakibatkan sales opportunity lost bagi kita.

Mengacu pada buying motivation ini, sebenarnya suatu produk tidak pantas disebut mahal sekalipun harganya tinggi, jika produk tersebut memberikan nilai yang lebih besar daripada uang yang harus dikeluarkan oleh konsumen. Lebih tepatnya, produk semacam itu disebut berharga tinggi, dan bukan mahal, karena arti “mahal” menurut definisi kita ialah bahwa manfaat yang diterima lebih kecil daripada nilai yang dibayarkan; sedangkan “murah” ialah bahwa manfaat yang diterima lebih besar daripada nilai uang yang dibayarkan.

Dengan memahami sifat buying motivator ini, kita seyogyanya tidak perlu merasa gentar untuk menjual produk atau jasa dengan komposisi harga berapa pun, selama kita yakin dan bisa meyakinkan prospek bahwa manfaat yang akan diterima jauh lebih besar daripada nilai uang yang dikeluarkan.

Buying motivator kedua adalah bahwa produk atau jasa yang kita tawarkan bisa membuat pembeli merasa lebih senang atau bahagia, dibandingkan sebelum memiliki produk atau jasa tersebut. Motivasi pembelian seperti ini biasanya berkenaan dengan manfaat produk yang menyentuh faktor emosi seseorang, entah bisa meningkatkan perasaan bangga (self-esteem), ataupun mengingkatkan citra diri (self-image). Misalnya, kendaraan bermotor, property, produk atau jasa entertainment, dan sejenisnya.

Hampir menyerupai buying motivator kedua, buying motoivator ketiga adalah bahwa produk atau jasa yang ditawarkan bisa mengatasi persoalan hidup pembeli, yang bersifat emosional teknis. Misalnya, produk atau jasa yang relevan dengan masalah kesehatannya, atau berkenaan dengan solusi karier dan bisnis, jasa perawatan dan perbaikan sejenisnya.

Menjual produk atau jasa yang berkenaan dengan buying motivator kedua dan ketiga seharusnya lebih mudah dan lebih elitis, karena kurang price sensitive, namun cara meyakinkan prospek dengan kedua buying motivator seperti ini memerlukan referensi dan/atau pembuktian yang lebih meyakinkan. Misalnya, jika Anda menjual produk perawatan kulit yang bisa menghilangkan jerawat dan flek hitam dalam 10 kali pemakaian, tentunya kulit muka Anda pun harus mulus. Jika Anda berjerawat atau punya flek hitam di wajah, bagaimana mungkin produk Anda bisa dipercaya oleh prospek?

Walaupun kita membagi buying motivator menjadi tiga factor, sesungguhnya dalam realitas jarang ditemukan salah satu motivator mendominasi motif pembelian seseorang. Biasanya motivasi itu tumpang tindih satu sama lain. Hanya saja ada prioritas kepentingan yang paling menonjol dari ketiganya, sehingga tugas Anda adalah mencari tahu motif apa yang paling dirasa penting oleh prospek,untuk dipenuhi terlebih dahulu.

Dan sekali lagi, motivasi pembelian apa pun yang dimiliki oleh prospek, semuanya mengacu ke satu hal yang sama, yakni : WHAT`S IN IT FOR ME, atau USA (UNTUNG SAYA APA) membeli produk atau jasa Anda?

Menjadi tugas Andalah untuk memikirkan cara mengemas manfaat produk atau jasa anda dalam brosur, iklan,maupun sales interview Anda. Lakukan atas inisiatif anda, bukan hanya yang telah perusahaan tentukan saja. Ambil inisiatif Anda sendiri atas ide-ide tersebut. Itu semua jangan dilihat dari sudut kepentingan diri atau perusahaan Anda, melainkan dari kaca mata dan kepentingan target market Anda! Kriterianya bukan apa yang menurut Anda bagus dan berguna, melainkan apa yang menurut prospek bagus dan berguna!

Semua selling tools and activities harus dirancang dan dikomunikasikan menurut asas ini, dan baru kemudian menjual menjadi hal gampang, menyenangkan, dan menguntungkan. Jika tidak, menjual bisa menjadi pekerjaan mencemaskan dan sukar!

Dalam hal ini dapat kita tarik benang merah bahwa menjual berkat kepercayaan” adalah menjual dengan ketulusan dan tidak terlalu berlebih-lebihan dengannya. Karena konsumen tidak akan membeli untuk kali yang berikutnya jika merasa kurang pas dengannya.


Tetap semangat
Semoga bermanfaat.

Pondok klender,
Ramadhan ,7 July 2013