Jasa konsoltasi Perusahaan/BUMN

Foto saya
Agus Sri Muljoto, Pernah bekerja sebagai tenaga pemasaran PT. Luxindo Raya Surakarta dan sekertaris perusahaan Cv. Warna Widyajati. Entrepreuner

Minggu, 22 September 2019

Marketing Your Self

Para pakar ilmu marketing telah menemukan formula baru dalam meraih kesuksesan. Marketing your self, adalah rumusan dari teori marketing yang terbaru.


Bersambung...

Senin, 08 Februari 2016

8 Kebiasaan Sales yang Paling efektif

1Mengetahui beberapa Cara Pendekatan

1. door Entry
2. Ice breaking
3. Pacing & Leading
4. Edifikasi Company
5. Produk Introduction
6. Handling Objection
7. Closing
8. HaVing Refference

1. writing ConVersation in a Notion
2. Practicing each item Twice a day
3. Record ConVersation and ImproVement
4. Asking for Second Oppinion
5. Rewrite the ConVersation and Record it
5. Practicing ConVersation EVeryday

GOOd  LUCK

*) from Black Berry

Sabtu, 16 Mei 2015

Blue Ocean (Samudera Biru)


[ One Minute Manager ]

Siapa yang tidak mengenal Dedy Corbuzier. Pada saat seni pertunjukan sulap mulai kehilangan gregetnya pada acara di stasiun televisi kita, Dedy menghibur para pemirsa dengan kejutan-kejutan yang tidak terduga-duga. Dedy Corbuzier menandai era seni pertunjukan sulap yang telah mulai mencapai puncak kejenuhan. Dalam setiap pertunjukan Dedy memukau para pemirsanya dari menit pertama hingga usai pertunjukkannya. Drama Treatrikal yang selalu mewarnai dalam setiap pertunjukan acaranya mampu memukau para pemirsa hingga menit- menit akhir. Begitu juga dengan Acara Hitam-Putih yang diasuhnya. Acara Talk-Show yang banyak didominasi kaum Hawa ini disajikan dengan apik dan menarik. Selepas selesainya episode pertamanya, permintaan tayang episode berikutnya dari para peminatnya di media sosial begitu menggebu.

Seorang guru dalam bidang marketing Hermawan Kartajaya secara khusus mengamati fenomena menarik ini. Hermawan Kartajaya (10 Guru Marketing Dunia paling berpengaruh) yang kita kenal dengan teori marketing-mixnya tersebut, dimana salah satu unsurnya adalah yang paling ramai/banyak dibicarakan pada milenium ini, adalah formulanya; "Differensiasi." Lebih lanjut Bp. Hermawan Kartajaya menekankan perlunya unsur differensiasi ini sbb; Disaat produk penggebrak (pioneer) dengan produk copy-nya rentang waktunya sangat singkat (pendek), Strategy marketing menjadi tidak relevan lagi. Oleh karenanya Hermawan Kartajaya menekankan perlunya salah satu unsur (yaitu differensiasi) dari segitiga formulanya yang terdiri dari:

Merk (branding)<----->Positioning<----->Differensiasi
tersebut..

B
elum lama ini sebuah buku yang berjudul "Blue Ocean Strategy" membahas secara mendetail mengenai pentingnya differensiasi itu. Pada saat persaingan bisnis maupun produk mulai jenuh dan berdarah-darah (Red Ocean), maka Blue Ocean Strategy merupakan solusi dalam mengantisipasikemacetan dalam manajemen dan marketing tsb. Suatu Produk/Brand diharapkan berbeda dengan Produk/Brand lainnya dan "Distinguished" (berbeda dengan lainnya).

Pada Kasus diatas Dedy Corbuzier tidak menisbatkan dirinya sebagai "Magician" dimana hal yang sangat umum tersebut, namun Beliau menyebut dirinya adalah seorang "Mentalist". Hal ini sangat berbeda (distinguished) dengan hal pada umumnya pada saat ini. Demikian juga kemasan dan performanya.

Pada sebuah produk, sebelum diciptakan perlu untuk dipikirkan/divisualisasikan Merk (Branding-nya), Positioning (termasuk target marketnya-nya), dan yang tidak kalah penting adalah diferensiasinya.

Wallahu `alam

Minggu, 02 Maret 2014

Marketing in Venus

[ One minute Manager ]





Hermawan Kartajaya
----------------------


Seorang pemasar yang mengkhususkan berfokus pada kaum Ibu, akan menempatkan diri sebagai seorang ibu-Walk into the shoes of moms-untuk dapat merasakan apa yang dirasakan kaum ibu. Maka dari itu, kami akan mengajak Anda untuk memahami lebih dalam nilai-nilai dan perilaku kaum ibu. Pada bab berikut ini, kami akan coba menjelaskan betapa besarnya pasar kaum ibu dan juga besarnya keuntungan yang akan Anda raih. Juga, akan kami uraikan mengapa Anda memerlukan pendekatan dan kiat-kiat khusus dalam menarget produk ke kaum Ibu.

Surga (Pemasar) Ada di Telapak Kaki Ibu
Judul di atas mungkin terkesan agak berlebihan. Namun, kami percaya bahwa berdasarkan berbagai hasil temuan riset yang diperoleh, ungkapan tersebut mungkin ada benarnya.

Pasar ibu rumah tangga adalah segmen pasar yang sangat menggiurkan, mengingat ukuran (market size) dan pertumbuhannya (market growth) yang fantastis. Mungkin hal ini sering dipandang sebelah mata oleh kalangan pemasar karena selama ini banyak yang menganggap bahwa ibu hanyalah seorang istri yang tugasnya mengurus suami dan anak-anak. Karena itu, kemudian ada ungkapan nakal bahwa seorang ibu hanyalah mengurusi tiga -ur, yaitu dapur, sumur, dan kasur. Maksudnya, seorang ibu hanyalah mengurusi tetek-bengek urusan rumah tangga, sementara urusan yang besar-besar diputuskan si bapak, termasuk tentu saja keputusan pengeluaran keluarga. Tapi apakah memang demikian?-Sama sekali tidak!

Barangkali Anda tidak tahu bahwa 80% cek di Amerika ternyata ditandatangani oleh para ibu. Barangkali Anda juga tidak tahu bahwa di negeri Paman Sam seorang ibu mengontrol sekitar 80% pengeluaran rumah tangga atau sekitar US$ 1,6 triliun alias 16.000 triliun rupiah. Sebuah angka yang sangat-sangat besar.

Seorang ibu tak hanya mengendalikan pembelian anak-anak dan suaminya. Lebih jauh lagi, ia memicu adanya domino effect, di mana memengaruhi pembelian keluarga lain, mulai dari keluarga suami, tante, sepupu, dan yang tidak bisa dilupakan tentu keluarga tetangga. Bukankah para ibu paling suka ngrerumpi, mulai dari di arisan hingga di kafe untuk ibu yang lebih modern? Tanpa adanya persetujuan dari ibu, akan sulit bagi seorang anak untuk membeli produk Anda. Ibu tidak hanya memutuskan apa yang ingin mereka beli untuk keperluan pribadi, tetapi juga sebagai penentu pembelian keluarga.

Jika seorang ibu memutuskan untuk tidak berlibur, tidak ada seorang pun di keluarga yang akan berlibur. Jika tidak bisa memuaskan seorang ibu, kita tidak akan bisa menghasilkan penjualan mereka. Sepanjang waktu yang ada, ibulah yang menentukan apa yang akan dikonsumsi oleh keluarga, dekorasi dalam rumah, hingga tujuan liburan.

Sebenarnya, faktor apa saja saat ini yang menyebabkan ibu memiliki kekuatan ekonomi sedemikian dahsyat sehingga menggiurkan kelangan pemasar? Apa yang menyebabkan pasar wanita sangat berarti untuk kalangan pemasar? Pertama, perubahan yang terjadi di sisi demografis, ekonomi, sosial, dan budaya pada kaum wanita 1 telah menyebabkan dominasi kaum wanita semakin kuat pada umumnya. Sedangkan faktor kedua adalah perbedaan jender kaum lelaki dan wanita yang bisa diibaratkan seperti bedanya langit dan bumi. Kedua jender ini mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dalam hal perilaku, sikap, dan nilai-nilai terhadap pembelian produk.

Dunia Ini Milik Perempuan
Secara umum, peranan wanita dalam perekonomian sangatlah besar. Secara rata-rata, kekuatan membeli atau purchasing power mereka sesungguhnya lebih besar dibanding kaum lelaki. Maka dari itu, wanita sering disebut sebagai the world`s largest market segment.

Tom Peters, seorang guru di dunia manajemen, mengatakan bahwa pasar wanita adalah new economy`s hidden imperative atau penggerak tersembunyi di era ekonomi yang baru. Menurutnya, hanya sedikit perusahaan yang mengambil keuntungan dari pasar wanita dan melihatnya sebagai peluang. Dan, itu sangatlah menyedihkan dan merupakan kesalahan besar, mengingat fakta dan tren yang terjadi pada saat ini, dimana dominasi kaum wanita semakin kuat di lapangan pekerjaan.

Peters mengatakan,2 "Hari esok milik kaum wanita!" Buktinya sangat jelas! Pertama, seiring denga kondisi di era ekonomi baru ini, wanita adalah pemimpin yang baik dibanding pria. Kedua, wanita adalah peluang pasar paling besar di dunia dan secara kasar tidak dilayani dengan baik. Peluang di balik pasar ini bisa miliaran rupiah bahkan triliunan. jelas sekali bahwa wanita ibarat singa yang mengaum. Percayalah!


Memang kalau dilihat dari situasi sekarang di Amerika Serikat, wanita menghasilkan setidaknya setengah pendapatan rumah tangga dari keseluruhan rumah tangga (household) di negeri tersebut. Semakin banyak pula wanita yang melebihi pendapatan suaminya di rumah tangga. Jadi barangkali sudah tidah sahih lagi kalau ada yang mengatakan, "Ini adalah dunia pria", seperti yang didengungkan oleh James Brown dalam lagu hit-nya tahun 60-an, "It`s a Man`s World". Berbeda dari puluhan tahun sebelumnya, saat ini, di berbagai belahan dunia, wanita telah mendapat hak dan derajat yang sama seperti pria. Sejak 1980-an terdapat kesempatan terbuka untuk wanita supaya mendapatkan pendidikan yang tinggi, berkarier, dan mendapat posisi tinggi di lapangan pekerjaan mereka.

Seiring dengan perkembangan zaman, kekuatan wanita semakin dominan sekaligus berpeluang untuk menggeser supremasi kaum pria pada dekade-dekade mendatang.
Dalam artikel berjudul, The Death of Male: The World in 2012, yang dimuat di majalah mingguan Newsweek, seorang jurnalis bernama Alan Zarembo mengungkapkan banyak fakta dan tren yang terjadi antara persaingan jender wanita dan pria di dunia lapangan kerja dan juga dampaknya terhadap ekonomi, Sang penulis menjelaskan bahwa dominasi kaum pria saat ini telah digusur oleh kaum wanita. Hal ini dilatar belakangai oleh beberapa fakta yang sangat menarik untuk kita ketahui.

Pertama, partisipasi kaum pria di dunia lapangan kerja telah mengalami penurunan dari 80% pada tahun 1970 ke 75% pada tahun 2000. Sedangkan pada waktu yang sama, partisipasi kaum wanita naik dari 43% ke 60%.
Kedua, kalau kita lihat di benua Eropa dan Amerika, semakin banyak kaum wanita yang mendapatkan gelar sarjana dan memiliki berbagai keahligan di dunia profesional dibanding kaum pria. Bahkan di sekolah menengah, semakin banyak murid perempuan berprestasi dengan menggusur murid lalaki pada tes-tes standar di semua pelajaran, termasuk matematika dan ilmu pasti.
Hal Ketiga yang perlu dicatat, jumlah populasi wanita di Amerika diberitakan telah melampaui populasi pria sebesar 6 juta. Angka ini sama dengan 6% lebih dari jumlah populasi pria yang mana di setiap persennya memiliki setidaknya satu anak.

Lebih lanjut, kaum wanita di negeri Paman Sam dikabarkan menghabiskan sekitar $3.7 miliar setiap tahun untuk produk dan jasa dan $1.5 miliar kepada agen pembelian untuk bisnis. Sekitar 6,2 juta wanita memiliki bisnis sendiri, meraih keuntungan dari penjualan sekitar $1.15 miliar, dan mempekerjakan lebih dari sembilan juta orang. Hal yan paling mencengangkan adalah bahwa 80% dari semua cek yang dibuat di Amerika ternyata ditandatangani oleh wanita.

Selanjutnya, statistik juga mencatat bahwa di Amerika persentasi pembelian produk yang dipengaruhi atau diputuskan oleh ibu:
Perabotan rumah tangga ..... 94 %
Berlibur................................. 92 %
Properti................................. 91 %
Barang elektronik.................. 51 %
Mobil...................................... 60 %


Kalau di Amerika ibu rumah tangga demikian powerful, bagaimana dengan di Indonesia? Apakah fenomenda tersebut hanya terjadi umumnya pada negara-negara maju, seperti Amerika dan Eropa? Memang belum ada penelitian yang komprehensif untuk menghitung ukuran pasar kaum perempuan, namun data-data berikut barangkali bisa memberikan gambaran kasar. Sekitar 60% ibu rumah tangga di Jakarta ternyata memiliki 1-2 kartu kredit, 52% berbelanja dengan menggunakan kartu kredit, dan 80% pernah berbelanja ke luar negeri. Para ibu juga dengan mudah mengeluarkan uang sampai jutaan rupiah sebulan. Survey secara random terhadap 100 ibu muda menunjukkan mereka memiliki pengeluaran rata-rata rumah tangga per bulan di atas

Rp. 10 juta...............(25%)
Rp. 5-10 juta............(10%)
Rp. 2-5 juta..............(65%)

Kalau kita lihat tren di negara maju Asia seperti Singapura, kaum wanita di negeri kota ini semakin punya kekuasaan, berpendidikan, dan menganut prinsip hidup liberal dengan mengadopsi kebudayaan barat. Tak bisa dipungkiri lagi, mereka semakin mempunyai kehidupan yang cukup dan berpengaruh di rumah tangga, kantor, dan kehidupan sosial mereka. Dari sebuah studi yang dilakukan oleh Synovate, sebuah perusahaan riset di Singapura, disimpulkan bahwa kaum wanita di Singapura lebih mampu secara ekonomi dari sebelumnya dengan mempunyai jumlah penghasilan yang meningkat dua kali lipat atau lebih dari penghasilan yang meningkat dua kali lipat atau lebih dari penghasilan rata-rata rumah tangga.

Dari survey yang dilakukan oleh Nielsen Media Research tahun 2003 di Singapura dengan responden sebanyak 1.000 kaum wanita, ditemukan pula beberapa hal yang menarik untuk kita kehahui. Persentase pemilihan produk yang dipengaruhi atau diputuskan oleh wanita di Singapura adalah sebagai berikut:

Berlibur...............................94%
Perabotan rumah tangga...96%
Properti..............................88%
Mobil...................................69%

Nielsen dan Synovate juga menunjukkan hasil survei lain yang tidak kalah menarik. Ternyata, wanita Singapura ditemukan sangat senang berbelanja dan lebih memilih produk yang berkualitas. Mereka cenderung lebih emotif dalam membeli produk, terutama produk/merek kesehatan, kecantikan, fashion atau perhiasan. Selain itu, wanita di negara kepulauan ini juga cenderung lebih percaya pada produk yang direkomendasikan para ahli dan lingkaran komunitas mereka. Untuk mengerti suatu produk, mereka biasanya membutuhkan waktu untuk meriset dan melihat iklan sebagai kunci sumber informasi.

Satu hal yang juga menarik untuk diketahui adalah wanita Singapura ternyata juga memilih merek yang sudah lam mereka kenal. Mereka akan cenderung loyal terhadap merek yang menurut mereka telah ikut berperan dalam perjalanan dan kelangsungan hidup mereka dari ketika mereka masih kecil hingga sekarang.

Kalau berbicara statistik, Nielsen dan Synovate mengungkapkan, pada tahun 2003, dominasi kaum wanita di lapangan kerja Singapura adalah sebesar 45% (naik dari 40% pada tahun 1993). Mereka mempunyai rata-rata penghasilan sebesar $1.625 Singapura per bulannya atau sekitar Rp. 8 juta. Juga ditemukan bahwa 60% kaum wanita Singapura mempunyai kartu kredit atau menggunakan satu tipe produk personal finance.

Lantas, apa arti dari fakta-fakta yang telah dijelaskan di atas? Mudah sekali, fakta di atas menyimpulkan bahwa persepsi kuno tentang kaum wanita sudah tidak berlaku lagi. Pada zaman sekarang, wanita lebih punya peran dalam kehidupan sosial

Dunia Venus (wanita) atau Mars (pria) mempunyai karakteristik, detail, dan pernik-pernik serta keunikannya masing-masing tersendiri. Membidik dan fokus pada Pasar wanita, suatu hal yang perlu untuk dipertimbangkan bukan?

Wallahu `alam.

Matraman,
26 Februari 2014

Rabu, 25 September 2013

SEEING IS BELIEVING



Jika berkunjung ke restoran Jepang, terutama yang menyuguhkan menu Teppanyaki, Anda tidak hanya disuguhi makanan lezat, tetapi juga atraksi bagaimana memproses makanan itu. Para koki yang terampil akan menunjukkan kegesitannya memainkan pisau, memotong daging, mengeprek bawang, menaburkan merica dengan memainkan tempatnya, dan sebagainya. Mereka juga dengan sukarela menjelaskan berbagai bumbu, bahan, serta teknik memasaknya. Anda bisa menyaksikan dengan detail bagaimana memasak daging setengah matang (well done) Itulah yang disebut delivering Customer by showing the service performance.

Dengan menyaksikan proses pemasakan secara langsung, Anda tentunya memperoleh nilai lebih dari masakan yang disajikan. Selain bias menghayati teknik memasak dengan cita rasa tinggi, yang memungkinkan munculnya penghargaan terhadap masakan saji, kita juga akan lebih yakin dengan kualitas masakan. Masakan tidak hanya segar, tapi juga berasal dari bahan-bahan berkualitas tinggi dan dimasak oleh juru masak yang punya keterampilan tinggi, kemudian disajikan di tempat yang bersih dan nyaman.

Berlandaskan prinsip serupa, sejumlah perusahaan yang bergerak dalam industry makanan membuka kunjungan bagi masyarakat untuk menyaksikan langsung proses produksi. Bukankah ada ungkapan, Seeing is believing: melihat berarti percaya? Kunjungan ini cukup ampuh untuk menangkal isu-isu negative yang muncul di masyarakat.

Masih ingatkah Anda pada 1980-an susu Dancow pernah diisukan mengandung lemak babi? Isu yang gempar itu sempat menggoyahkan pabrik susu itu. Untung saja manajemen Dancow cepat tanggap. Bukan mencoba menutup-nutupi, melainkan justru membuka kunjungan masyarakat untuk melihat langsung pemrosesan susu tersebut di pabriknya. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana sejumlah ulama diundang untuk mengunjungi pabrik tersebut, dan setelah menyaksikan sendiri, mereka tidak melihat unsur-unsur yang haram pada produk tersebut, lantas secara demonstrative para ulama itu bareng-bareng meminum susu. Maka, hilangkah keragu-raguan masyarakat pada isu negative yang muncul. Hal yang sama juga dilakukan oleh Teh Botol Sosro untuk menepis isu bahwa produknya mengandung bahan pengawet.

Selain untuk menepis isu-isu negative yang muncul, kunjungan ke pabrik (factory visit) juga dimaksud untuk mengedukasi pelanggan agar lebih paham tentang produk yang dihasilkan. Ini bukan hanya menyangkut bahan baku, melainkan juga proses dan tempat produksi. Apakah produknya menggunakan bahan berkualitas tinggi? Bersihkan tempat produksinya? Dan apakah pekerja yang terlibat di dalamnya mengenakan pakaian dengan standar keamanan produksi yang tinggi? Pengamatan yang dilakukan pelanggan pada hal-hal semacam itu akan membentuk persepsi mengenai kualitas produk.

Bersambung...

Senin, 09 September 2013

Jadilah Salesman Yang Mengerti Pemasaran!



Hermawan Kartajaya
MarkPlus&Co

Apa sih yang biasanya dilakukan salesman ketika bertemu calon pelanggan? Saya kira, gambarannya tidak akan jauh dari hal seperti ini. Ketika hendak menemui calon pelanggan, selain mempersiapkan produk itu sendiri, biasanya seorang salesman juga mempersiapkan materi presentasi tentang produk tersebut. Slide-slide presentasi dibuatnya penuh gambar dan berwarna-warni agar mampu memikat calon pelanggan.

Sementara itu, saat presentasi, salesman ini berusaha mencairkan suasana dengan lontaran humor-humor segarnya. Dengan penuh percaya diri, ia berbicara di depan calon pelanggannya, serta menjelaskan sebuah produk atau konsep agar mereka terpikat. Dan, pada saat-saat akhir, ia akan menjawab pertanyaan serta menangani keberatan dari para calon pelanggan tentang produk yang dipresentasikannya.

Ya, Anda semua pasti sudah akrab dengan situasi tersebut, bukan?

Namun, sayangnya, sukses dalam presentasi tidak menjamin sukses dalam penjualan. Kenapa? Karena sering kali yang dipresentasikan para salesmen adalah pendapatnya sediri, yang terkadang tidak memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi dari pelanggan. Padahal, orang membeli karena alasan mereka sendiri, bukan alas an yang dikemukakan oleh salesman. Karena itu, besar kemungkinan penawaran yang dipresentasikan dengan susah payah, melalui persiapan berminggu-minggu, ternyata tidak mencapai hasil maksimal.

Inilah kekurangan pendekatan penjualan yang terlalu berorientasi terhadap produk (product – centric). Sering kali kita terlalu percaya diri dengan berasumsi bahwa spesifikasi dan fitur produk kita sudah sesuai dengan kebutuhan setiap pelanggan. Semua calon pelanggan dianggap punya masalah yang sama dan dapat diselesaikan dengan solusi yang sama pula.

Padahal, setiap pelanggan tentu saja memiliki kebutuhan dan permasalahan yang unik. Salesman pun dituntut untuk memiliki dasar-dasar pemasaran yang baik; bukan hanya berbekal semangat “maju terus pantang mundur”. Ia bisa kehilangan banyak uang, waktu, dan tenaga. Maka, seperti yang selalu saya bilang, jika ingin menjadi salesman yang baik, jadilah seorang sniper, jangan jadi seorang Rambo.

Wah, apa maksudnya?

Seorang sniper selalu membidik dengan cermat, satu peluru untuk satu sasaran. Sedangkan, seorang Rambo tidak peduli berapa peluru yang dihabiskan. Ia selalu memberondong ke mana saja karena persediaan pelurunya sangat banyak. Jadi, untuk 10 sasaran, misalnya, bisa saja si Rambo ini menghabiskan 50 butir peluru.

Nah, jika sumber daya kita tidak terbatas seperti Rambo tadi, tentunya bukan masalah besar jika kita menghambur-hamburkan uang, waktu, dan tenaga. Namun, pastinya hal ini tidak mungkin, bukan? Seorang pemasar yang baik selalu memperhitungakn semua itu. Jadi, salah besar jika dikatakan bahwa ilmu pemasaran tidak memperhitungkan soal keuangan. Justru sebaliknya, ilmu pemasaran diterapkan untuk mengalokasikan semua sumber daya -termasuk keuangan-secara lebih cermat dan tepat.

Selain itu, salesman kadang hanya berpikir, sudah cukup jika punya produk knowledge. Padahal, salesman yang baik tentunya juga harus punya customer knowledge dan competitor knowledge.

Dalam buku SPIN Selling, Neil Rackham berkata bahwa sales force tidak saja harus dapat mengerti kebutuhan si pembeli, namun juga mesti tahu latar belakang pemicu kebutuhan ini; terutama untuk produk-produk high-value. Pengetahuan ini lalu digunakan untuk “menasihati” pembeli dalam memilih solusi bagi kebutuhannya. Inilah yang disebut orang sebagai Customer-Oriented selling, atau yang juga dikenal dengan Consultative Sales.

Kehadiran teknologi-seperti internet dan telepon seluler pastinya juga akan mengubah fungsi salesman. Mereka akan beralih ke fungsi yang lebih berharga, yaitu fungsi sebagai technical advisor dan relationship manager.

Fungsi salesman sebagai technical advisor tentunya paling kentara pada industry yang produk-produknya rumit dan sulit dimengerti secara teknis, misalnya saja di industri computer, mesin pabrik, serta peralatan berat. Sehingga , perusahaan-perusahaan yang berkecimpung di industry-industri ini banyak melatih tenaga penjualnya menjadi technical advisor yang andal. Semakin tinggi kemampuan teknis si penjual, semakin yakin si calon pembeli pada produk yang ditawarkan.

Sedangkan, fungsi salesman sebagai relationship manager paling terlihat pada industry farmasi etikal. Industri farmasi etikal merupakan suatu industry yang sangat unik karena “pembelinya” merupakan para dokter yang justru lebih memiliki pengetahuan daripada salesman soal produk-produk farmasi. Sehingga, para pembeli ini tentunya tidak lagi perlu bimbingan teknis fungsi-fungsi obatnya sendiri (kecuali tentunya obat jenis baru yang dulunya tidak ada). Penjualan kepada dokter-dokter ini lebih bersifat relationship, di mana para salesmen berlomba-lomba membangun hubungan dengan para dokter yang menjadi target mereka.

Tentunya, tidak semua sales force memiliki kemampuan untuk menjadi seorang technical advisor atau relationship manager. Namun, saya yakin, di antara sales force yang kita miliki, pastilah ada beberapa orang yang punya salah satu atau kedua keahlian itu. Sales force seperti inilah yang harus kita pertahankan dan kembangkan agar mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perusahaan kita.

Salam

Kamis, 05 September 2013

Value in Use



Hermawan Kartajaya
MarkPlus&Co

Bagaimana rasanya kalau disuruh berjualan lilin? Apa yang akan dilakukan? Mengharapkan orang membeli lebih banyak? Apa harapannya? Mengharapkan penyedia saluran listrik sering-sering memutuskan aliran listrik?

Menjual produk yang sangat bergantung pada kinerja produk lain memang tidak gampang. Kalau kita menjual lilin dan berharap tidak gampang. Kalau kita menjual lilin dan berhadap agar lilin tersebut digunakan hanya pada saat adanya pemutusan aliran listrik, maka akan sangat sulit. Meskipun lilin juga digunakan untuk hal-hal lain, penetrasinya belumlah cukup signifikan.

Fenomena seperti ini mungkin masih banyak terjadi saat kita menjual produk seperti ini. Di Amerika, terdapat seorang anak muda berumur 16 tahun, Mike Kittredge, yang membuat sebuah lilin yang diberikan sebagai hadiah natal untuk sang ibu.

Tidak disangka, idenya yang sederhana tersebut menyebar ke tetangganya. Mau tidak mau, lilin yang semula dibuat hanya untuk iseng akhirnya malah menjadi bahan jualan dan hadiah bagi tetangganya, bukan lagi sekadar sebagai penerang di tengah kegelapan saja.

Dari situ, akhirnya Kittredge merasa bahwa ide ini sebenarnya bisa menjadi sumber bisnis. Tiga tahun kemudian, di umurnya yang masih tergolong ABG, dia lalu menyewa sebuah ruangan sebagai tempat untuk menjual lilin-lilinnya.

Siapa yang menyangka, 30 tahun kemudian, tepatnya pada 1999, perusahaannya yang diberi nama Yankee Candle akhirnya malah go public di New York Stock Exchange. Setiap tahunnya, Yankee menghasilkan 80 juta lilin dengan total penjualan lebih dari US$400 juta.

Saat ini, Yankee yang telah memiliki lebih dari 350 toko bahkan tidak hanya menjadi produsen lilin. Salah satu tokonya justru menjadi objek wisata yang tiap tahunnya disinggahi tidak kurang dari 2,5 juta pengunjung alias menjadi atraksi kedua terlaris.

Yang menarik bagi saya bukan hanya konsep ekspansi dan cara jualnya, seperti menggunakan independent store, e-catalog, dan sebagainya, tetapi bagaimana seorang anak muda bisa membuat lilin berfungsi di luar fungsi dasar dan fungsi utamanya, serta menjualnya dengan margin yang cukup tinggi.

Selain itu, lilin-lilin tersebut bisa dikembangkan pasarnya karena kecerdikan dia membuat produknya sesuai dengan situasi penggunaan, mulai dari untuk urusan tidur, kantor, ruang tamu, ruang makan, minuman, penyejuk ruangan, dan sebagainya. Tak heran jika lilin-lilin Yankee bisa dijual seharga US$40.

Yankee memang tidak tanggung-tanggung. Kalau berniat membuat produk yang unik dengan fungsi spesifik yang lebih memberikan nilai tambah dibandingkan produk lainnya yang hanya memberikan fungsi dasar, harga dan pelayanannya juga harus menunjukkan value added. Value added ini kemudian dapat dikomunikasikan menjadi sebuah value in use yang memang memberikan manfaat bagi pelanggan, berbeda dengan manfaat produk sejenis lainnya.

Menjual lilin yang memiliki value added seperti Yankee tetapi tidak berani mengedukasi pelanggan bagaimana value added yang digunakan bisa menjadi value in use, tentu saja harga lebih yang diberikan akan membuat konsumen ragu dan justru membandingkannya dengan produk sejenis lainnya yang bisa saja lebih murah. Nah, yang juga cukup menarik diamati adalah persaingan di pasar lampu. Kehadiran Megaman yang mencoba melakukan edukasi dan pendekatan fashion memang mencoba melawan arus. Hebat saya, dengan menggunakan analogi kasus Yankee, masuk ke pasar seperti ini tidak boleh tanggung-tanggung.

Kalau hanya mengandalkan harga dengan range menengah-atas tanpa bisa menunjukkan value in use, konsumen di pasar tersebut bisa saja lebih memilih brand. Untuk itu, value added dari Megaman harus bisa dijadikan sebagai value in use.

Proses edukasi yang dijalankan tentu harus berbeda dengan yang dilakukan brand lainnya. Tidak cukup sekedar above dan below the line, tetapi juga beyond the line. Sehingga, unsur-unsur yang unik seperti fashion dapat dengan mudah diterima oleh kalangan dari brand lainnya yang biasanya menggunakan above dan below the line yang justru akan membuat value added kita tidak bisa menjadi value in use.

Salam Hangat