Jasa konsoltasi Perusahaan/BUMN

Foto saya
Agus Sri Muljoto, Pernah bekerja sebagai tenaga pemasaran PT. Luxindo Raya Surakarta dan sekertaris perusahaan Cv. Warna Widyajati. Entrepreuner

Minggu, 01 September 2013

Customers Are Our Children


Hermawan Kartajaya
MarkPlus&Co

Selama melayani pelanggan, Anda pasti pernah menerima complain dari mereka, bukan? Apalagi bagi Anda yang bertugas di frontline, complain pelanggan ini adalah [makanan sehari-hari]. Kadang complain mereka memang beralasan, kadang sama sekali tidak jelas apa alasannya. Nah, hal terakhir inilah yang pastinya sering bikin Anda merasa kesal.

Namun, ada satu cerita menarik yang saya dapatkan ketika saya terbang naik Garuda Indonesia dari Jakarta ke Singapura baru-baru ini. Saat itu, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan salah seorang karyawan senior Garuda Indonesia. Ia bilang bahwa selama sekitar 24 tahun bekerja, ia tidak pernah merasa susah atau stress menghadapi complain para penumpang itu.

Padahal, apa yang dialaminya sebenarnya juga sama saja. Misalnya saja ketika terjadi cuaca buruk yang mengakibatkan penerbangan tertunda. Atau ketika sebuah pesawat mengalami kerusakan sehingga penumpang terpaksa dipindahkan ke pesawat lain. Saat itu, hampir semua penumpang menyampaikan complain kepadanya walaupun sudah dijelaskan alasan-alasannya.

Karena penasaran, saya pun bertanya, mosok nggak pernah merasa susah sama sekali? Dia menjawab, selama 24 tahun bekerja, ia selalu menganggap para penumpang seperti anaknya sendiri yang masih kecil, yang sedang butuh-butuhya perhatian dari orangtuanya. Kalau lagi rewel atau ngambek, ya mesti dibelai dan dikasih senyuman; bukannya malah dikerasi, sebab nanti ia bakal tambah rewel.

Begitu pula penumpang. Kalau lagi ngamuk-ngamuk tanpa alasan yang jelas, modalnya ya inggih-inggih saja (menerima semua komplainnya|peny.). Komentar mereka jangan pernah dimasukkan ke dalam hati agar kita tidak menjadi bertambah stres.

Jadi, melayani harus dengan hati, dan haruslah selalu bias mengendalikan emosi. Jika tidak ingin stress dalam menghadapi beragam ulah penumpang, modalnya ya cuma satu: harus sering mengalah.

Cara kita menanggapi complain pelanggan ini akan sangat menentukan citra kita: apakah pelanggan ini akan akan terus menjadi pelanggan kita atau tidak; terutama bagi yang bergerak di bisnis jasa, seperti garuda Indonesia. Kita harus tahu, kenapa pelanggan complain kepada kita. Dengarkan dengan penuh perhatian ketika mereka complain.

Nah, lalu bagaimana jika pelanggan marah-marah tanpa alasan? Kita harus tetap tenang dan sopan. Saya yakin, pastilah pelanggan itu lama-lama juga akan sungkan kepada kita. Dan yang lebih penting, jangan biarkan pelanggan menunggu, karena jika pelanggan menunggu, maka mood-nya akan semakin jelek.

Kisah Garuda Indonesia ini mengingatkan saya akan pengalaman ketika saya mengunjungi Hamburger University milik McDonald`s di pinggiran kota Chicago, Amerika Serikat, beberapa tahun lalu.

Hamburger University adalah pusat pelatihan manajemen McDonald`s untuk seluruh dunia. Terus-terang, saya tidak menyangka, ternyata tempat yang sering ditulis di buku-buku teks pemasaran ini dipersiapkan dengan sangat serius, baik materi pengajaran maupun fasilitasnya. Areanya sangat luas, belasan ruang kuliah dan satu ruang auditorium besar. Padahal, ketika didirikan pada 1961, Hamburger University ini hanya berlokasi di basement salah satu restoran McDonald`s.

Seiring dengan makin pesatnya bisnis McDoald`s tak heran jika saat ini lebih dari 5.000 orang dari berbagai penjuru dunia mengikuti pelatiha di Hamburger University ini setiap tahunnya.

Di sini, seluruh pewaralaba (franchisees) McDonald`s dari seluruh dunia diharuskan mengikuti pelatihan selama tiga minggu. Mereka terutama diajari tentang Quality, Service, Cleanliness, dan Value (QSCV) yang menjadi core principles dari McDonald`s. Dan, di sini pun mereka harus melayani pelanggan sungguhan yang sengaja dipanggil di sinipun mereka harus melayani pelanggan sungguhan yang sengaja dipanggil untuk elihat hasil pelatihan terhadap para mahasiswa Hambuger University ini.

Nah, seperti Anda tahu, sebagian besar pelanggan McDonald`s adalah anak-anak kecil. Mereka ini sangatlah rewel, suka nuntut, dan kadang keinginannya sulit ditebak. Dan, di sinilah para mahasiswa Hamburger University tersebut dilatih agar terbiasa menghadapi sikap pelanggan yang seperti itu.

Bisa kita lihat, dengan system pelayanan berstandar tinggi, merek McDonald`s akhirnya memiliki karisma tersendiri. Para pelanggan itu sesungguhnya membeli merek McDonald`s-nya| termasuk pelayanan, kebersihan, dan kualitas| bukan hamburgernya saja.

Jadi, siapa pun pelanggan Anda-orang tua maupun anak kecil | sebenarnya mereka adalah |anak-anak| Anda sendiri. Perlakukanlah dan sayangilah mereka layaknya anak-anak Anda sendiri. Jika kita terus memperlakukan pelanggan kita dengan baik | apa pun sikap pelanggan kepada kita| lambat laun mereka pun akan bersikap sopan dan hormat kepada kita. []

Salam Hangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar